"The true sign of intelligence is not knowledge but imagination..... Tanda sejati dari kecerdasan adalah bukan pengetahuan tapi imajinasi" by Albert Einstein






PENERAPAN  MODEL  PEMBELAJARAN  INKUIRI  UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN HASIL BELAJAR IPA  

MATERI KONSEP DAUR AIR PADA SISWA KELAS VA SEMESTER I SEKOLAH DASAR NEGERI WANAREJA 02 KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

HERI INDARTO, S.Pd.SD, M.Pd.

SD NEGERI WANAREJA  02

heriindarto1975@gmail.com  

 

Abstrak

Penelitian berjudul  Penerapan  Model  Pembelajaran  Inkuiri  untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA  Materi Konsep Daur Air pada Siswa Kelas VA Semester I Sekolah Dasar Negeri Wanareja 02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2019/2020. Dengan subjek penelitian berjumlah  29 anak terdiri dari  15 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar siswa rendah pada kondisi pra siklus dengan nilai rata-rata 65,69. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, tiap-tiap siklus menggunakan model pembelajaran Inkuiri. Pengumpulan data dilakukan melalui angket, tes, dan observasi. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini jika 85% dari siswa tuntas belajar serta menunjukan peningkatan keaktifan belajar. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan keaktifan belajar siswa dari pra siklus, siklus I dan siklus II yaitu pada pra siklus mencapai 53,85% masuk pada ketegori cukup (kriteria agak aktif) meningkat pada siklus I mencapai 62,07% masuk pada ketegori tinggi (kriteria terkeaktifan) meningkat lagi menjadi  93,10%  masuk pada kategori sangat tinggi (kriteria sangat terkeaktifan) pada siklus II. Hasil prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa pada pra siklus mencapai rata-rata 65,69 meningkat pada siklus I mencapai rata –rata 78,62 dan  meningkat lagi pada siklus II menjadi 85,86. Dari hasil penelitian, ketuntasan belajar mengalami peningkatan pada siklus I (68,97%) dan pada siklus II (96,55%), terjadi peningkatan ketuntasan belajar sebesar (27,58%). Penerapan model pembelajaran Inkuiri  dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.

Kata kunci: IPA, Inkuiri, Keatktifan, Hasil Belajar

 

1.   PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Alam adalah mata pelajaran yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk, proses, dan sikap. Untuk memenuhi ketiga komponen tersebut guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan harus mampu merespon dengan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif dan bijaksana dalam menghadapi setiap perubahan. Hal tersebut diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat sekolah dasar diharapkan proses pembelajaran IPA diarahkan pada pengalaman belajar langsung.

 

Namun kenyataannya sebagian besar siswa justru merasa kesulitan memahami konsep-konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran  IPA. Upaya yang telah dilakukan guru tidak selamanya berdampak pada perbaikan yang dihadapkan karena ada hambatan yang banyak dialami pada pelaksanaan pembelajaran, terutama pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode  ceramah  dan  tanya  jawab,  sehingga  kurang  memberikan kesempatan  kepada  siswa  untuk  berinteraksi  langsung  dengan  benda-benda  konkret. Hal ini dikarenakan kurangnya metode yang bervariatif dan membangkitkan kreativitas siswa sehingga pembelajaran belum berhasil. Hal ini juga  terjadi di SD Negeri Wanareja 02 pada siswa kelas V-A materi konsep Daur Air, siswa merasa kesulitan untuk memahami materi konsep daur air dan menerapkannya pada materi pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Rendahnya hasil belajar IPA pada siswa SD Negeri Wanareja 02 kelas VI.

Melihat kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran lebih bermakna dengan menitikberatkan pada  pemilihan  model  pembelajaran,  agar  peningkatan  keaktifan dan  hasil  belajar siswa. dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Model Pembelajaran Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dapat membangkitka kreatifitas siswa. Dalam pembelajaran Inkuiri siswa dalam mempelajari materi akan menemukan proses pencarian konsep sampai  sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari

 

2.   KAJIAN TEORI

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Sedangkan menurut Rousseeau dalam Sardiman. AM (2004:94) keaktifan belajar adalah ”Segala pengetahuan yang diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun tekhnis”. Sejalan dengan hal itu Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) menyatakan bahwa belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa keaktifan belajar adalah suatu pembelajaran yang dikelola dengan lebih menekankan pada keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional sehingga tercipta perpaduan antara aspek afektif, kognitif dan psikomotor agar tercipta suasana belajar yang sesuai dengan konsep dan makna melalui berbagai kegiatan.

Menurut  Nana Sudjana  (2009:3)  hasil belajar  peserta  didik  pada  hakikatnya  dalah  perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup   bidang   kognitif,   afektif,   dan psikomotorik.  Sedangkan Menurut  Gagne  dalam  Nana  Sudjana,  (2009:  34)  Hasil  Belajar  adalah kapabilitas  pada  kemampuan  yang  diperoleh  dari  proses  belajar  Untuk itu, dapat dipahami bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut  Thursan  Hakim,  (2004:  11)  “faktor  yang  mempengaruhi keberhasilan  belajar  dibagi  menjadi  dua  bagian  besar,  yaitu  faktor  internal dan faktor eksternal”. Faktor Internal, terdiri dari: 1)Faktor  Biologis  meliputi  segala  hal  yang  berhubungan  dengan keadaan  fisik  atau  jasmani  individu  yang  bersangkutan,  diantaranya kondisi fisik yang normal, kondisi kesehatan fisik. 2)Faktor  Psikologis,  yaitu  meliputi  segala  hal  yang  berkaitan  dengan kondisi  mental  seseorang,  diantaranya  intelegensi,  kemauan,  bakat dan daya ingat. Faktor  Eksternal  terdiri  dari:  1) faktor  lingkungan  keluarga,  2) faktor lingkungan sekolah, 3) faktor lingkungan masyarakat, 4) faktor waktu.

Menurut Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan  Sains  (IPA)  adalah  kumpulan  dari  pengetahuan  (fakta,  konsep, prinsip  dan  lain-lain)  dan  bagaimana  proses  untuk  meningkatkan pengetahuan itu. Pernyataan tersebut sejalan dengan Fisher  (Sarmini,  2008:80)  menyatakan  bahwa  IPA  merupakan  suatu  batang tubuh  pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  metode  yang  berdasarkan observasi. Dari  pendapat  kedua  ahli  di  atas  maka  jelaslah  bahwa  pada hakekatnya  IPA  adalah  ilmu  pengetahuan  tentang  fenomena  alam  berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.

Menurut Tatang S. dan Kurniasih (2008:121), mengemukakan bahwa: Tema  utama  filsafat  inkuiri  yakni  berkenaan dengan  pengetahuan.  Adapun  filsafat  inkuiri  ini memberikan  implikasi  yang  berarti  terhadap  pendidikan, khususnya  dalam  bidang  pendidikan  sains  dan  matematika. Belakangan  banyak  ahli  pendidikan  mempertimbangkan  gagasan-gagasan  inkuiri  dalam  rangka  membangun  konsep  dan melaksanakan pembelajaran. Sedangkan menurut Mark  Baldawin  dalam  Wina  Sanjaya  (2007:254),  menjelaskan bahwa ‘konstrukstivisme adalah strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran’. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Dari  pengertian-pengertian  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  yang dimaksud  dengan  inkuiri  adalah  merupakan  proses  untuk mekeaktifan  siswa  dalam  mengawali  proses  pembelajaran,  proses pengamatan dan pengalaman.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 201), secara umum proses pembelajaran model inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahapan Orientasi : membawa siswa kedalam situasi belajar yang kondusif dan responsif

b. Tahapan merumuskan masalah : menyajikan pertanyaan atau permasalahan yang mengandung unsur teka-teki

c. Tahapan mengajukan hipotesis : jawaban sementara siswa sebelum melakukan pengumpulan data

d. Tahapan mengumpulkan data : aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.

e. Tahap menguji hipotesis : proses menemukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

f. Tahap merumuskan kesimpulan : proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Adapun  prinsip  pembelajaran  yang  menggunakan  model pembelajaran  inkuiri  menurut  Suparno  (1996:  49)  adalah  sebagai berikut :

a.         Pengetahuan  dibangun  sendiri  oleh  siswa  baik  secara  personal  maupun sosial.

b.        Pengetahuan  tidak  dapat  dipindahkan  dari  guru  ke  murid,  melainkan hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.

c.         Siswa  aktif  mengkonstruksi  secara  terus  menerus,sehingga  selalu  terjadi perubahan menuju ke konsep yang lebih rinci,lengkap,serta sesuai dengan konsep ilmiah.

d.        Guru  berperan  sebagai  mediator  dan  fasilitator,  sehingga  proses konstruksi siswa berjalan dengan lancar.

Pembelajaran  dilakukan  dengan menggunakan  model  pembelajaran  inkuiri  di  sekolah dasar karena memiliki kelebihan-kelebihan antara lain:

1)        Pembelajaran dimulai dari konsep yang dimiliki peserta didik, bukan konsep yang di miliki oleh guru sehingga kegiatan peserta didik  berangkat  dari  pengalaman  yang  relevan  dengan  tingkat perkembangan.

2)        Memberikan  kesempatan  siswa  menemukan  dan  menerapkan idenya sendiri dengan tujuan supaya seluruh kegiatan akan lebih bermakna bagi siswa

3)        Menyajikan  kegiatan  pembelajaran  yang  sesuai  dengan permasalahan  yang  sering  ditemui  dalam  lingkungan 

4)        Siswa  dapat  mengungkapkan  konsep  yang  sesuai  dengan pengalamannya

5)        Siswa dilatih untuk berpikir inovatif

6)        Siswa  menjadi  lebih  aktif,  mencari  masalah,  menemukan  dan bahkan menyimpulkan.

Selain memiliki beberapa kelebihan, model pembelajaran Inkuiri, juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya

1)        Langkah yang sulit dalam menerapkan model inkuiri di kelas  tinggi  sebab  anak  terbiasa  dengan  pembelajaran konvensional sebelumnya.

2)        Lebih  banyak  waktu  yang  diperlukan  dalam  pengembangan konsep  sebab  fokus  lebih    kepada  kegiatan-kegiatan  dalam menemukan konsep.

3)        Banyak  membutuhkan  alat  bantu  dan  benda  manifulatif  untuk pembelajaran, mengingat kemampuan setiap anak yang berbeda yang  dirasakan  belum  memahami  konsep  tersebut  ketika diajarkan dengan alat peraga.

Menurut Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan  Sains  (IPA)  adalah  kumpulan  dari  pengetahuan  (fakta,  konsep, prinsip  dan  lain-lain)  dan  bagaimana  proses  untuk  meningkatkan pengetahuan itu. Sejalan dengan hal tersebut, Fisher  (Sarmini,  2008:80)  menyatakan  bahwa  IPA  merupakan  suatu  batang tubuh  pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  metode  yang  berdasarkan observasi. Dari  pendapat  kedua  ahli  di  atas  maka  jelaslah  bahwa  pada hakekatnya  IPA  adalah  ilmu  pengetahuan  tentang  fenomena  alam  berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.

Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:

1)        Makhluk  hidup  dan  proses  kehidupan,  yaitu  manusia,  hewan,  tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

2)        Benda  atau  materi,  sifat-sifat  dan  kegunaannya,  meliputi:  benda  cair, padat, dan gas.

3)        Energi  dan  perubahannya,  meliputi:  magnet,  listrik,  cahaya,  dan  pesawat sederhana.

4)        Bumi  dan  alam  semesta,  meliputi:  tanah,  bumi,  tata  surya  dan  benda-benda langit lainnya.

Mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1)        Memproses  keyakinan  terhadap  kebesaran  Tuhan  Yang Maha Esa  berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan dalam ciptaan-Nya.

2)        Mengembangkan  pengetahuan  dan  pemahaman  konsep  IPA  yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3)        Mengembangkan  rasa  ingin  tahu,  sikap  positif  dan  kesadaran  tentang  adanya  hubungan  yang  saling  mempengaruhi  antara  IPA,  lingkungan, teknologi, masyarakat.

4)        Mengembangkan  keterampilan  proses  untuk  menyelididki  alam  sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5)        Meningkatkan  kesadaran  untuk  berperan  serta  memelihara,  menjaga,  dan melestarikan lingkungan alam.

6)        fMeningkatkan  kesadaran  untuk  menghargai  alam  dan  segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7)        Memperoleh  proses  bekal  pengetahuan,  konsep  dan  keterampilan  IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs.

Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran  adalah rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur air. Sehubungan  dengan  kenyataan tersebut,  perlu  dilakukan  penelitian  untuk perbaikan  terhadap  pembelajaran  IPA. Perbaikan  dititikberatkan pada  pemilihan  model  pembelajaran,  agar  model  pembelajaran  yang dipilih  lebih  mengutamakan  pada  peningkatan  keaktifan dan  hasil  belajar siswa.

Model pembelajaran  inkuiri  merupakan  salah  satu  model  pembelajaran kontekstual  yang  lebih  menitikberatkan  pada  proses  belajar  siswa  aktif dalam  membangun  pengetahuannya,  yang  dilandasi  oleh  struktur  kognitif yang  telah  dimilikinya.  Dalam  hal  ini  guru  lebih  berperan  sebagai fasilitator  dan  motivator  pembelajaran  serta  meluruskan  konsepsi.  Penggunaan  model pembelajaran  inkuiri  dapat  meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam penggunaan model pembelajaran ini  guru  bukanlah  sebagai  pemberi  jawaban  akhir  atas  pertanyaan  yang diajukan  oleh  siswa  melainkan  hanya  mengarahkan  siswa  untuk mengkonstruksikan  pengetahuannya  sehingga  diperoleh  pemahaman  melalui penemuannya.. Untuk lebih jelasnya alur kerangka berpikir dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir

3.   METODE PENELITIAN

3.1  Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelas V-A SD Negeri Wanareja 02, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap. Alasan pemilihan tempat dikarenakan peneliti bertugas di SD tersebut sehingga memudahkan untuk mendapatkan data. Selain itu, tugas kedinasan peneliti tidak terganggu. Penelitian dilaksanakan pada semester I Tahun pelajaran 2019/2020. Mulai bulan September 2019 sampai November 2019.

3.2  Subyek Penelitian

Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010:152) adalah, “Merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya didalam penelitian, subjek penelitian harus ditata sebelum penelitian siap untuk mengumpulkan data”. Semua siswa digunakan sebagai subyek. Subjek penelitian adalah semua siswa kelas V-A SD Negeri Wanareja 02 Tahun Pelajaran 2019/2020 dengan jumlah 29 siswa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 15 siswa dan perempuan sebanyak 14 siswa.

 

 

 

3.3  Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi: 1) teknik tes yang digunakan adalah tes tertulis. Teknik tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain untuk mengetahui hasil belajar siswa, yang digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. 2) teknik observasi. Observasi adalah pengamatan secara langsung yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengumpulkan data aktivitas guru, aktivitas siswa.. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan tes hasil belajar. Analisis ini dihitung dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Observasi menurut Sugiyono (2012:145) yaitu “observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan responden yang diamati tidak terlalu besar”. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kejadian yang diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.

Menurut Arikunto (2010:53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pada penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui nilai siswa setelah proses pembelajaran. Tes digunakan untuk mengambil data hasil pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Inkuiri pada siswa kelas V-A SD Negeri Wanareja 02  Kecamatan Wanareja. Sedangkan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data dengan alat penilaian tes yaitu melalui pre tes  dan  post tes..

Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes. Baik melalui kuis, tes isian, maupun tes uraian, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non tes atau bukan tes. Dalam penelitian ini alat-alat non tes yang akan digunakan untuk memperoleh data melalui observasi atau pengamatan aktivitas guru, pengamatan aktivitas siswa, dan wawancara kreativitas siswa terhadap pelajaran IPA

Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas  ini, dilakukan dengan cara: 1) Lembar Soal Tes; 2) Lembar Observasi atau Pengamatan; 3) Lembar Angket Kreatifitas.

 

3.4  Teknik Analisis Data

Kegiatan  analisis  data  terbagi  pada  dua kegiatan  yaitu,  mendeskripsikan  data  dan  menganalis  uji  statistika.  Yang disebut  mendeskripsikan  data  adalah  menggambarkan  data  yang  ada  agar memperoleh  bentuk  nyata  sehingga  akan  lebih  mudah  dimengerti.  Data yang  di  analisis  secara  deskriftif  dapat  memberikan  kemudahan  bagi peneliti  dalam  mempresetasikan  data  yaitu  lebih  ringkas  dan  sederhana. Hasil  dari  analisis  data  berupa  lembar  observasi  dituliskan  dalam  bentuk deskripsi  sedangkan  hasil  evaluasi  dan  LKS  ditulis  dalam  bentuk  tabel. Dengan  demikian  nilai  yang  diperoleh  tiap  kelompok  maupun  tiap  siswa dapat terlihat dengan jelas.

Penelitian ini menggunakan 2 siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Setiap siklus terdiri atas dua pertemuan (4 jam pelajaran) di mana setiap jam pelajaran terdiri dari 35 menit.

Sesuai dengan penelitian yang digunakan yaitu PTK, penelitian ini direncanakan terdiri  dari 2 siklus. Apabila belum berhasil akan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Model yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model proses siklus PTK. Adapun model dan penjelasan untuk setiap siklus dilukiskan oleh Kemmis Mc.  Taggart  (1998) yang terdiri  dari empat  tahap,  yaitu:  planning  (perencanaan),  action  (pelaksanaan),  observation  (pengamatan),  dan reflection (refleksi)

.Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Gambar 2 Model Spiral dari Kemmis dan Mc. Taggart

 

Indikator keberhasilan proses perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut :

  1. Siswa dinyatakan tuntas jika telah mencapai tingkat penguasaan materi 75% ke atas atau mendapat nilai 75.
  2. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila peningkatan  keaktifan belajar  siswa  mencapai 85% atau lebih
  3. Proses perbaikan pembelajaran  dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa tuntas dalam belajar.

 

 

4.   HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian pada Kondisi Awal

4.1.1 Nilai Tes Formatif

Nilai prestasi siswa diperoleh dari pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi siswa pada kondisi awal  dapat dilihat pada tabel berikut.

 

      Tabel 4.1.1 Hasil belajar siswa pada kondisi awal

No

Indikator

Keterangan

1

Jumlah siswa

29

2

Nilai rata-rata tes formatif

65,69

3

Jumlah siswa yang tunta sbelajar

8

4

Persentase ketuntasan belajar

27,59%

 

Berdasarkan tabel 4.1.1 di atas dapat diketahui hasil ulangan harian pada kondisi  awal diperoleh rata–rata kelas  65,69  dengan ketuntasan  27,59%. 

 

4.1.2 Keaktifan Belajar Siswa

Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari angket keaktifan belajar dari data awal dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.1.2 Hasil angket keaktifan belajar siswa data awal

No.

Skor Perolehan

Keaktifan Belajar Siswa

Kriteria

F

%

1

10-20

0

0

Tidak Aktif

2

21-30

13

48,28

Kurang Aktif

3

31-40

12

37,93

Aktif

4

41-50

4

13,79

Sangat Aktif

 

Jumlah

29

100

 

 

Dari tabel 4.1.2 di atas dapat diketahui data awal siswa yang mempunyai keaktifan secara positif  baru mencapai  51,72%. Dengan demikian keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar masih rendah, karena sebagian besar menganggap IPA pelajaran yang rumit dan membosankan.

 

4.2 Hasil Penelitian pada Siklus 1

4.2.1 Nilai Tes Formatif

Nilai prestasi siswa diperoleh dari pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

 

              Tabel 4.2.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus I

No

Indikator

Keterangan

1

Jumlah siswa

29

2

Nilai rata-rata tes formatif

78,62

3

Jumlah siswa yang tuntas belajar

20

4

Persentase ketuntasan belajar

68,97%

 

Berdasarkan tabel 4.2.1 jumlah siswa yang tuntas adalah 20 siswa dengan rata-rata yang diperoleh mencapai 78,62. Jumlah siswa yang dibawah KKM atau belum tuntas 9 siswa. Persentase ketuntasan yang diperoleh pada siklus I adalah 68,97%. Hal ini menunjukkan persentase yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan yakni 85%, maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.

 

 

4.2.1 Keaktifan Belajar Siswa

Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari angket keaktifan belajar siklus I dapat disajikan pada tabel 4.2.1 sebagai berikut :

 

Tabel 4.2.1 Hasil angket Keaktifan belajar siswa siklus I

No.

Skor Perolehan

Keaktifan Belajar Siswa

Kriteria

F

%

1

10-20

0

0

Tidak Aktif

2

21-30

7

24,14

Kurang Aktif

3

31-40

16

55,17

Aktif

4

41-50

6

20,69

Sangat Aktif

 

Jumlah

29

100

 

Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui siklus I siswa yang mempunyai keaktifan secara positif  baru mencapai  75,86%, hasil tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:  yaitu  16 anak (55,17%) pada katagori aktif dan 6 anak (20,69%) pada katagori sangat aktif, sedangkan 7 anak (24,14%) kurang aktif. Siswa yang mempunyai katagori tidak senang tidak ada. Pencapaian keaktifan sebesar  75,86% belum memenuhi indikator penelitian yang ditentukan yaitu 85% maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.

 

4.3 Hasil Penelitian pada Siklus II

4.3.1 Nilai Tes Formatif

Hasil prestasi siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.3.1 berikut.

Tabel 4.3.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus II

No

Indikator

Keterangan

1

Jumlah siswa

29

2

Nilai rata-rata tes formatif

85,,86

3

Jumlah siswa yang tuntas belajar

28

4

Persentase ketuntasan belajar

96,55%

Berdasarkan tabel 4.3.1  jumlah siswa yang tuntas terdapat 29 siswa atau 96,55% dengan rata-rata yang didapat adalah 85,86 Jumlah siswa yang dibawah KKM atau belum tuntas 1 siswa. Persentase yang diperoleh pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yakni 85%.

2). Keaktifan Belajar Siswa

Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari angket Keaktifan belajar siklus II dapat disajikan pada tabel 4.3.2 sebagai berikut :

Tabel 4.3.2  Hasil angket keaktifan belajar siswa siklus II

No.

Skor Perolehan

Keaktifan Belajar Siswa

Kriteria

F

%

1

10-20

0

0

Tidak Aktif

2

21-30

1

3,45

Kurang Aktif

3

31-40

12

41,38

Aktif

4

41-50

16

55,17

Sangat Aktif

 

Jumlah

29

100

 

 

Dari tabel 4.3.2  di atas dapat diketahui siklus II siswa yang mempunyai keaktifan secara positif  sebesar 96,55%, hasil tersebut dapat dideskripsikan  sebagai berikut  : yaitu 12 anak (41,83%) pada katagori senang dan 16 anak (55,17%) pada katagori sangat senang. Siswa yang mempunyai katagori kurang senang 1 anak (3,45%) dan tidak senang 0 anak ( 0%). Pencapaian keaktifan pada siklus II mencapai 96,55%, hal ini berarti sudah memenuhi indikator penelitian maka penelitian dianggap berhasil dan dihentikan pada siklus II.

 

4.4 Pembahasan

Dalam hasil dan pembahasan ini akan dipaparkan perkembangan pelaksanaan penerapan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka akan dibahas secara rinci sebagai berikut: Aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA mengalami peningkatan keaktifan dan hasil belajar pada siklus I dan siklus II.

4.4.1 Peningkatan prestasi belajar siswa

Setelah melakukan analisa terhadap data yang peroleh dari tiga siklus yang dilaksanakan maka dapat dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode inqiuri pada pembelajaran IPA materi Konsep Daur Air menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap hasil proses pembelajaran pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada setiap siklusnya dapat dilihat pada tabel 4.4.1 dan gambar 3 berikut:

 

Tabel 4.4.1 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa

No

Indikator

Data Awal

Siklus I

Siklus II

1

Jumlah Siswa

29

29

29

2

Nilai rata-rata

65,69

78,62

85,86

3

Persentase Ketuntasan Siklus

27,59%

68,97%

96,55%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3 Grafik  peningkatan rata-rata nilai siklus dan persentase ketuntasan belajar siswa

 

Berdasarkan Tabel 4.4.1 dan gambar 3 terlihat rata-rata kelas dan persentase belajar siswa ada peningkatan, yaitu pada kondisi awal persentase ketuntasan 46,15% dan nilai rata-rata 68,97 meningkat disiklus I persentase ketuntasan 69,23% dan nilai rata – rata 76,41 meningkat disiklus II dengan rata-rata kelas 86,79 dan persentase ketuntasan belajarnya mencapai 100%. Dengan peningkatan ini maka peneilitian dihentikan di siklus II.

Adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal. Siklus I hingga siklus II karena adanya aktivitas perbaikan pembelajaran seperti dalam penyampaian materi. Dalam penyampaian materi guru menekankan pada hal-hal sebagai berikut :

1)        Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok.

2)        Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan menghafal

3)         Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa

4)        Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah

5)        Beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.

 

4.4.2        Peningkatan keaktifan belajar siswa

Dari hasil analisis data berikut dikemukakan mengenai hasil perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan penerapan model pembelajaran Discovery Learning. Pada hipotesis diperoleh data tentang keaktifan belajar siswa, dari jumlah siswa 39 ada kenaikan dari pra siklus  53,85% meningkat menjadi 74,36% pada siklus I, meningkat menjadi 94,87% pada siklus II.

Rekapitulasi rata-rata keaktifan belajar pada pra siklus, siklus I dan II dapat disajikan pada tabel di bawah ini:

 

Tabel 4.4.2 Rekapitulasi Data Keaktifan Belajar Siswa

No.

Tahap

Keaktifan belajar yang positif

Jumlah persentase

Senang

Sangat Senang

1

Kondisi Awal

30,77%

23,08%

53,85%

2

Siklus I

41,03%

33,33%

74,36%

3

Siklus II

30,77%

64,10%

94,87%

 

Hasil analisis keaktifan belajar siswa akan lebih jelas terlihat peningkatannya dari tiap pelaksanaan pembelajaran digambarkan pada grafik di bawah ini:

 

 

Gambar 4. Grafik Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa dari Pra Siklus sampai dengan Siklus II

5     SIMPULAN dan SARAN 

5.1    Simpulan

Penerapan model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri Wanareja 02 pada mata pelajaran IPA materi Konsep Daur Air. Di bawah ini adalah hasil pengamatan dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan :

1.      Keaktifan belajar siswa mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Siswa yang memiliki keaktifan belajar pada kondisi awal sebesar 51,72% meningkat pada siklus I mencapai 75,86% dan meningkat lagi menjadi 96,55% pada siklus II.

2.     Penerapan model pembelajaran inkuiri  pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti dapat meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 65,69 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak  8 siswa (27,59%) pada kondisi awal, naik menjadi 78,62 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 20 siswa (68,97%) pada pada siklus pertama, dan 85,86 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 28 siswa atau 96,55% pada siklus kedua, sehingga pada siklus kedua ini dapat disimpulkan bahwa semua kriteria keberhasilan telah tercapai pada siklus kedua, dan kepada siswa yang belum tuntas sebanyak 1 siswa (3,45%) akan diberikan program remidial.

 

5.2    Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1.         Pembelajaran dengan model pembelajaran Inkuiri dapat dilaksanakan dengan baik jika dalam menyampaikan pembelajaran menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa dan lebih rinci.

2.         Disarankan guru dapat memilih model pembelajaran yang akan digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

3.         Pelaksanaan ini baru berjalan dua siklus maka peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan untuk temuan yang lebih baik dan berkualitas.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Hakim Thursan, 2004. Belajar Secara Efektif. Jakarta. Puspa Swara

Kemmis and MC Taggart.1998. The Action Research Planner. Dekan University.

Mulyono, Anton M. 2001. Aktivitas belajar. Bandung: Grafindo

Natawijaya Rochman dalam Depdiknas. 2005. Belajar Aktif. (Online). (http://www.buatskripsi.com/2011/01/pengertian-keaktifan-belajar siswa.html. Di akses tanggal 15 Januari 2013).

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

 

Sarmini K, Kenndler E. Ionization constants of weak acids and bases in organic solvents. J Biochem Biophys Methods. 1999;38:123–137. doi: 10.1016/S0165-022X(98)00033-5.

 

Sudjana,   Nana.  2009. Proses    Belajar    Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

 

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suparno. Paul. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Tatang dan Kurniasih. 2008. Teori Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

PENERAPAN  MODEL  PEMBELAJARAN  INKUIRI  UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN HASIL BELAJAR IPA  MATERI KONSEP DAUR AIR PADA SISWA KELAS VA SEMESTER I SEKOLAH DASAR NEGERI WANAREJA 02 KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

HERI INDARTO, S.Pd.SD, M.Pd.

SD NEGERI WANAREJA  02

heriindarto1975@gmail.com  

 

Abstrak

Penelitian berjudul  Penerapan  Model  Pembelajaran  Inkuiri  untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA  Materi Konsep Daur Air pada Siswa Kelas VA Semester I Sekolah Dasar Negeri Wanareja 02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2019/2020. Dengan subjek penelitian berjumlah  29 anak terdiri dari  15 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar siswa rendah pada kondisi pra siklus dengan nilai rata-rata 65,69. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, tiap-tiap siklus menggunakan model pembelajaran Inkuiri. Pengumpulan data dilakukan melalui angket, tes, dan observasi. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini jika 85% dari siswa tuntas belajar serta menunjukan peningkatan keaktifan belajar. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan keaktifan belajar siswa dari pra siklus, siklus I dan siklus II yaitu pada pra siklus mencapai 53,85% masuk pada ketegori cukup (kriteria agak aktif) meningkat pada siklus I mencapai 62,07% masuk pada ketegori tinggi (kriteria terkeaktifan) meningkat lagi menjadi  93,10%  masuk pada kategori sangat tinggi (kriteria sangat terkeaktifan) pada siklus II. Hasil prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa pada pra siklus mencapai rata-rata 65,69 meningkat pada siklus I mencapai rata –rata 78,62 dan  meningkat lagi pada siklus II menjadi 85,86. Dari hasil penelitian, ketuntasan belajar mengalami peningkatan pada siklus I (68,97%) dan pada siklus II (96,55%), terjadi peningkatan ketuntasan belajar sebesar (27,58%). Penerapan model pembelajaran Inkuiri  dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.

Kata kunci: IPA, Inkuiri, Keatktifan, Hasil Belajar

 

1.   PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Alam adalah mata pelajaran yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk, proses, dan sikap. Untuk memenuhi ketiga komponen tersebut guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan harus mampu merespon dengan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif dan bijaksana dalam menghadapi setiap perubahan. Hal tersebut diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat sekolah dasar diharapkan proses pembelajaran IPA diarahkan pada pengalaman belajar langsung.

 

Namun kenyataannya sebagian besar siswa justru merasa kesulitan memahami konsep-konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran  IPA. Upaya yang telah dilakukan guru tidak selamanya berdampak pada perbaikan yang dihadapkan karena ada hambatan yang banyak dialami pada pelaksanaan pembelajaran, terutama pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode  ceramah  dan  tanya  jawab,  sehingga  kurang  memberikan kesempatan  kepada  siswa  untuk  berinteraksi  langsung  dengan  benda-benda  konkret. Hal ini dikarenakan kurangnya metode yang bervariatif dan membangkitkan kreativitas siswa sehingga pembelajaran belum berhasil. Hal ini juga  terjadi di SD Negeri Wanareja 02 pada siswa kelas V-A materi konsep Daur Air, siswa merasa kesulitan untuk memahami materi konsep daur air dan menerapkannya pada materi pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Rendahnya hasil belajar IPA pada siswa SD Negeri Wanareja 02 kelas VI.

Melihat kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran lebih bermakna dengan menitikberatkan pada  pemilihan  model  pembelajaran,  agar  peningkatan  keaktifan dan  hasil  belajar siswa. dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Model Pembelajaran Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dapat membangkitka kreatifitas siswa. Dalam pembelajaran Inkuiri siswa dalam mempelajari materi akan menemukan proses pencarian konsep sampai  sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari

 

2.   KAJIAN TEORI

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Sedangkan menurut Rousseeau dalam Sardiman. AM (2004:94) keaktifan belajar adalah ”Segala pengetahuan yang diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun tekhnis”. Sejalan dengan hal itu Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) menyatakan bahwa belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa keaktifan belajar adalah suatu pembelajaran yang dikelola dengan lebih menekankan pada keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional sehingga tercipta perpaduan antara aspek afektif, kognitif dan psikomotor agar tercipta suasana belajar yang sesuai dengan konsep dan makna melalui berbagai kegiatan.

Menurut  Nana Sudjana  (2009:3)  hasil belajar  peserta  didik  pada  hakikatnya  dalah  perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup   bidang   kognitif,   afektif,   dan psikomotorik.  Sedangkan Menurut  Gagne  dalam  Nana  Sudjana,  (2009:  34)  Hasil  Belajar  adalah kapabilitas  pada  kemampuan  yang  diperoleh  dari  proses  belajar  Untuk itu, dapat dipahami bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut  Thursan  Hakim,  (2004:  11)  “faktor  yang  mempengaruhi keberhasilan  belajar  dibagi  menjadi  dua  bagian  besar,  yaitu  faktor  internal dan faktor eksternal”. Faktor Internal, terdiri dari: 1)Faktor  Biologis  meliputi  segala  hal  yang  berhubungan  dengan keadaan  fisik  atau  jasmani  individu  yang  bersangkutan,  diantaranya kondisi fisik yang normal, kondisi kesehatan fisik. 2)Faktor  Psikologis,  yaitu  meliputi  segala  hal  yang  berkaitan  dengan kondisi  mental  seseorang,  diantaranya  intelegensi,  kemauan,  bakat dan daya ingat. Faktor  Eksternal  terdiri  dari:  1) faktor  lingkungan  keluarga,  2) faktor lingkungan sekolah, 3) faktor lingkungan masyarakat, 4) faktor waktu.

Menurut Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan  Sains  (IPA)  adalah  kumpulan  dari  pengetahuan  (fakta,  konsep, prinsip  dan  lain-lain)  dan  bagaimana  proses  untuk  meningkatkan pengetahuan itu. Pernyataan tersebut sejalan dengan Fisher  (Sarmini,  2008:80)  menyatakan  bahwa  IPA  merupakan  suatu  batang tubuh  pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  metode  yang  berdasarkan observasi. Dari  pendapat  kedua  ahli  di  atas  maka  jelaslah  bahwa  pada hakekatnya  IPA  adalah  ilmu  pengetahuan  tentang  fenomena  alam  berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.

Menurut Tatang S. dan Kurniasih (2008:121), mengemukakan bahwa: Tema  utama  filsafat  inkuiri  yakni  berkenaan dengan  pengetahuan.  Adapun  filsafat  inkuiri  ini memberikan  implikasi  yang  berarti  terhadap  pendidikan, khususnya  dalam  bidang  pendidikan  sains  dan  matematika. Belakangan  banyak  ahli  pendidikan  mempertimbangkan  gagasan-gagasan  inkuiri  dalam  rangka  membangun  konsep  dan melaksanakan pembelajaran. Sedangkan menurut Mark  Baldawin  dalam  Wina  Sanjaya  (2007:254),  menjelaskan bahwa ‘konstrukstivisme adalah strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran’. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Dari  pengertian-pengertian  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  yang dimaksud  dengan  inkuiri  adalah  merupakan  proses  untuk mekeaktifan  siswa  dalam  mengawali  proses  pembelajaran,  proses pengamatan dan pengalaman.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 201), secara umum proses pembelajaran model inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahapan Orientasi : membawa siswa kedalam situasi belajar yang kondusif dan responsif

b. Tahapan merumuskan masalah : menyajikan pertanyaan atau permasalahan yang mengandung unsur teka-teki

c. Tahapan mengajukan hipotesis : jawaban sementara siswa sebelum melakukan pengumpulan data

d. Tahapan mengumpulkan data : aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.

e. Tahap menguji hipotesis : proses menemukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

f. Tahap merumuskan kesimpulan : proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Adapun  prinsip  pembelajaran  yang  menggunakan  model pembelajaran  inkuiri  menurut  Suparno  (1996:  49)  adalah  sebagai berikut :

a.         Pengetahuan  dibangun  sendiri  oleh  siswa  baik  secara  personal  maupun sosial.

b.        Pengetahuan  tidak  dapat  dipindahkan  dari  guru  ke  murid,  melainkan hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.

c.         Siswa  aktif  mengkonstruksi  secara  terus  menerus,sehingga  selalu  terjadi perubahan menuju ke konsep yang lebih rinci,lengkap,serta sesuai dengan konsep ilmiah.

d.        Guru  berperan  sebagai  mediator  dan  fasilitator,  sehingga  proses konstruksi siswa berjalan dengan lancar.

Pembelajaran  dilakukan  dengan menggunakan  model  pembelajaran  inkuiri  di  sekolah dasar karena memiliki kelebihan-kelebihan antara lain:

1)        Pembelajaran dimulai dari konsep yang dimiliki peserta didik, bukan konsep yang di miliki oleh guru sehingga kegiatan peserta didik  berangkat  dari  pengalaman  yang  relevan  dengan  tingkat perkembangan.

2)        Memberikan  kesempatan  siswa  menemukan  dan  menerapkan idenya sendiri dengan tujuan supaya seluruh kegiatan akan lebih bermakna bagi siswa

3)        Menyajikan  kegiatan  pembelajaran  yang  sesuai  dengan permasalahan  yang  sering  ditemui  dalam  lingkungan 

4)        Siswa  dapat  mengungkapkan  konsep  yang  sesuai  dengan pengalamannya

5)        Siswa dilatih untuk berpikir inovatif

6)        Siswa  menjadi  lebih  aktif,  mencari  masalah,  menemukan  dan bahkan menyimpulkan.

Selain memiliki beberapa kelebihan, model pembelajaran Inkuiri, juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya

1)        Langkah yang sulit dalam menerapkan model inkuiri di kelas  tinggi  sebab  anak  terbiasa  dengan  pembelajaran konvensional sebelumnya.

2)        Lebih  banyak  waktu  yang  diperlukan  dalam  pengembangan konsep  sebab  fokus  lebih    kepada  kegiatan-kegiatan  dalam menemukan konsep.

3)        Banyak  membutuhkan  alat  bantu  dan  benda  manifulatif  untuk pembelajaran, mengingat kemampuan setiap anak yang berbeda yang  dirasakan  belum  memahami  konsep  tersebut  ketika diajarkan dengan alat peraga.

Menurut Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan  Sains  (IPA)  adalah  kumpulan  dari  pengetahuan  (fakta,  konsep, prinsip  dan  lain-lain)  dan  bagaimana  proses  untuk  meningkatkan pengetahuan itu. Sejalan dengan hal tersebut, Fisher  (Sarmini,  2008:80)  menyatakan  bahwa  IPA  merupakan  suatu  batang tubuh  pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  metode  yang  berdasarkan observasi. Dari  pendapat  kedua  ahli  di  atas  maka  jelaslah  bahwa  pada hakekatnya  IPA  adalah  ilmu  pengetahuan  tentang  fenomena  alam  berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.

Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:

1)        Makhluk  hidup  dan  proses  kehidupan,  yaitu  manusia,  hewan,  tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

2)        Benda  atau  materi,  sifat-sifat  dan  kegunaannya,  meliputi:  benda  cair, padat, dan gas.

3)        Energi  dan  perubahannya,  meliputi:  magnet,  listrik,  cahaya,  dan  pesawat sederhana.

4)        Bumi  dan  alam  semesta,  meliputi:  tanah,  bumi,  tata  surya  dan  benda-benda langit lainnya.

Mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1)        Memproses  keyakinan  terhadap  kebesaran  Tuhan  Yang Maha Esa  berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan dalam ciptaan-Nya.

2)        Mengembangkan  pengetahuan  dan  pemahaman  konsep  IPA  yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3)        Mengembangkan  rasa  ingin  tahu,  sikap  positif  dan  kesadaran  tentang  adanya  hubungan  yang  saling  mempengaruhi  antara  IPA,  lingkungan, teknologi, masyarakat.

4)        Mengembangkan  keterampilan  proses  untuk  menyelididki  alam  sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5)        Meningkatkan  kesadaran  untuk  berperan  serta  memelihara,  menjaga,  dan melestarikan lingkungan alam.

6)        fMeningkatkan  kesadaran  untuk  menghargai  alam  dan  segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7)        Memperoleh  proses  bekal  pengetahuan,  konsep  dan  keterampilan  IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs.

Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran  adalah rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur air. Sehubungan  dengan  kenyataan tersebut,  perlu  dilakukan  penelitian  untuk perbaikan  terhadap  pembelajaran  IPA. Perbaikan  dititikberatkan pada  pemilihan  model  pembelajaran,  agar  model  pembelajaran  yang dipilih  lebih  mengutamakan  pada  peningkatan  keaktifan dan  hasil  belajar siswa.

Model pembelajaran  inkuiri  merupakan  salah  satu  model  pembelajaran kontekstual  yang  lebih  menitikberatkan  pada  proses  belajar  siswa  aktif dalam  membangun  pengetahuannya,  yang  dilandasi  oleh  struktur  kognitif yang  telah  dimilikinya.  Dalam  hal  ini  guru  lebih  berperan  sebagai fasilitator  dan  motivator  pembelajaran  serta  meluruskan  konsepsi.  Penggunaan  model pembelajaran  inkuiri  dapat  meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam penggunaan model pembelajaran ini  guru  bukanlah  sebagai  pemberi  jawaban  akhir  atas  pertanyaan  yang diajukan  oleh  siswa  melainkan  hanya  mengarahkan  siswa  untuk mengkonstruksikan  pengetahuannya  sehingga  diperoleh  pemahaman  melalui penemuannya.. Untuk lebih jelasnya alur kerangka berpikir dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir

3.   METODE PENELITIAN

3.1  Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelas V-A SD Negeri Wanareja 02, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap. Alasan pemilihan tempat dikarenakan peneliti bertugas di SD tersebut sehingga memudahkan untuk mendapatkan data. Selain itu, tugas kedinasan peneliti tidak terganggu. Penelitian dilaksanakan pada semester I Tahun pelajaran 2019/2020. Mulai bulan September 2019 sampai November 2019.

3.2  Subyek Penelitian

Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010:152) adalah, “Merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya didalam penelitian, subjek penelitian harus ditata sebelum penelitian siap untuk mengumpulkan data”. Semua siswa digunakan sebagai subyek. Subjek penelitian adalah semua siswa kelas V-A SD Negeri Wanareja 02 Tahun Pelajaran 2019/2020 dengan jumlah 29 siswa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 15 siswa dan perempuan sebanyak 14 siswa.

 

 

 

3.3  Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi: 1) teknik tes yang digunakan adalah tes tertulis. Teknik tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain untuk mengetahui hasil belajar siswa, yang digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. 2) teknik observasi. Observasi adalah pengamatan secara langsung yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengumpulkan data aktivitas guru, aktivitas siswa.. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan tes hasil belajar. Analisis ini dihitung dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Observasi menurut Sugiyono (2012:145) yaitu “observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan responden yang diamati tidak terlalu besar”. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kejadian yang diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.

Menurut Arikunto (2010:53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pada penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui nilai siswa setelah proses pembelajaran. Tes digunakan untuk mengambil data hasil pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Inkuiri pada siswa kelas V-A SD Negeri Wanareja 02  Kecamatan Wanareja. Sedangkan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data dengan alat penilaian tes yaitu melalui pre tes  dan  post tes..

Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes. Baik melalui kuis, tes isian, maupun tes uraian, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non tes atau bukan tes. Dalam penelitian ini alat-alat non tes yang akan digunakan untuk memperoleh data melalui observasi atau pengamatan aktivitas guru, pengamatan aktivitas siswa, dan wawancara kreativitas siswa terhadap pelajaran IPA

Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas  ini, dilakukan dengan cara: 1) Lembar Soal Tes; 2) Lembar Observasi atau Pengamatan; 3) Lembar Angket Kreatifitas.

 

3.4  Teknik Analisis Data

Kegiatan  analisis  data  terbagi  pada  dua kegiatan  yaitu,  mendeskripsikan  data  dan  menganalis  uji  statistika.  Yang disebut  mendeskripsikan  data  adalah  menggambarkan  data  yang  ada  agar memperoleh  bentuk  nyata  sehingga  akan  lebih  mudah  dimengerti.  Data yang  di  analisis  secara  deskriftif  dapat  memberikan  kemudahan  bagi peneliti  dalam  mempresetasikan  data  yaitu  lebih  ringkas  dan  sederhana. Hasil  dari  analisis  data  berupa  lembar  observasi  dituliskan  dalam  bentuk deskripsi  sedangkan  hasil  evaluasi  dan  LKS  ditulis  dalam  bentuk  tabel. Dengan  demikian  nilai  yang  diperoleh  tiap  kelompok  maupun  tiap  siswa dapat terlihat dengan jelas.

Penelitian ini menggunakan 2 siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Setiap siklus terdiri atas dua pertemuan (4 jam pelajaran) di mana setiap jam pelajaran terdiri dari 35 menit.

Sesuai dengan penelitian yang digunakan yaitu PTK, penelitian ini direncanakan terdiri  dari 2 siklus. Apabila belum berhasil akan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Model yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model proses siklus PTK. Adapun model dan penjelasan untuk setiap siklus dilukiskan oleh Kemmis Mc.  Taggart  (1998) yang terdiri  dari empat  tahap,  yaitu:  planning  (perencanaan),  action  (pelaksanaan),  observation  (pengamatan),  dan reflection (refleksi)

.Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 Gambar 2 Model Spiral dari Kemmis dan Mc. Taggart

 

Indikator keberhasilan proses perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut :

  1. Siswa dinyatakan tuntas jika telah mencapai tingkat penguasaan materi 75% ke atas atau mendapat nilai 75.
  2. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila peningkatan  keaktifan belajar  siswa  mencapai 85% atau lebih
  3. Proses perbaikan pembelajaran  dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa tuntas dalam belajar.

 

 

4.   HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian pada Kondisi Awal

4.1.1 Nilai Tes Formatif

Nilai prestasi siswa diperoleh dari pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi siswa pada kondisi awal  dapat dilihat pada tabel berikut.

 

      Tabel 4.1.1 Hasil belajar siswa pada kondisi awal

No

Indikator

Keterangan

1

Jumlah siswa

29

2

Nilai rata-rata tes formatif

65,69

3

Jumlah siswa yang tunta sbelajar

8

4

Persentase ketuntasan belajar

27,59%

 

Berdasarkan tabel 4.1.1 di atas dapat diketahui hasil ulangan harian pada kondisi  awal diperoleh rata–rata kelas  65,69  dengan ketuntasan  27,59%. 

 

4.1.2 Keaktifan Belajar Siswa

Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari angket keaktifan belajar dari data awal dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.1.2 Hasil angket keaktifan belajar siswa data awal

No.

Skor Perolehan

Keaktifan Belajar Siswa

Kriteria

F

%

1

10-20

0

0

Tidak Aktif

2

21-30

13

48,28

Kurang Aktif

3

31-40

12

37,93

Aktif

4

41-50

4

13,79

Sangat Aktif

 

Jumlah

29

100

 

 

Dari tabel 4.1.2 di atas dapat diketahui data awal siswa yang mempunyai keaktifan secara positif  baru mencapai  51,72%. Dengan demikian keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar masih rendah, karena sebagian besar menganggap IPA pelajaran yang rumit dan membosankan.

 

4.2 Hasil Penelitian pada Siklus 1

4.2.1 Nilai Tes Formatif

Nilai prestasi siswa diperoleh dari pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

 

              Tabel 4.2.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus I

No

Indikator

Keterangan

1

Jumlah siswa

29

2

Nilai rata-rata tes formatif

78,62

3

Jumlah siswa yang tuntas belajar

20

4

Persentase ketuntasan belajar

68,97%

 

Berdasarkan tabel 4.2.1 jumlah siswa yang tuntas adalah 20 siswa dengan rata-rata yang diperoleh mencapai 78,62. Jumlah siswa yang dibawah KKM atau belum tuntas 9 siswa. Persentase ketuntasan yang diperoleh pada siklus I adalah 68,97%. Hal ini menunjukkan persentase yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan yakni 85%, maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.

 

 

4.2.1 Keaktifan Belajar Siswa

Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari angket keaktifan belajar siklus I dapat disajikan pada tabel 4.2.1 sebagai berikut :

 

Tabel 4.2.1 Hasil angket Keaktifan belajar siswa siklus I

No.

Skor Perolehan

Keaktifan Belajar Siswa

Kriteria

F

%

1

10-20

0

0

Tidak Aktif

2

21-30

7

24,14

Kurang Aktif

3

31-40

16

55,17

Aktif

4

41-50

6

20,69

Sangat Aktif

 

Jumlah

29

100

 

Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui siklus I siswa yang mempunyai keaktifan secara positif  baru mencapai  75,86%, hasil tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:  yaitu  16 anak (55,17%) pada katagori aktif dan 6 anak (20,69%) pada katagori sangat aktif, sedangkan 7 anak (24,14%) kurang aktif. Siswa yang mempunyai katagori tidak senang tidak ada. Pencapaian keaktifan sebesar  75,86% belum memenuhi indikator penelitian yang ditentukan yaitu 85% maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.

 

4.3 Hasil Penelitian pada Siklus II

4.3.1 Nilai Tes Formatif

Hasil prestasi siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.3.1 berikut.

Tabel 4.3.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus II

No

Indikator

Keterangan

1

Jumlah siswa

29

2

Nilai rata-rata tes formatif

85,,86

3

Jumlah siswa yang tuntas belajar

28

4

Persentase ketuntasan belajar

96,55%

Berdasarkan tabel 4.3.1  jumlah siswa yang tuntas terdapat 29 siswa atau 96,55% dengan rata-rata yang didapat adalah 85,86 Jumlah siswa yang dibawah KKM atau belum tuntas 1 siswa. Persentase yang diperoleh pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yakni 85%.

2). Keaktifan Belajar Siswa

Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari angket Keaktifan belajar siklus II dapat disajikan pada tabel 4.3.2 sebagai berikut :

Tabel 4.3.2  Hasil angket keaktifan belajar siswa siklus II

No.

Skor Perolehan

Keaktifan Belajar Siswa

Kriteria

F

%

1

10-20

0

0

Tidak Aktif

2

21-30

1

3,45

Kurang Aktif

3

31-40

12

41,38

Aktif

4

41-50

16

55,17

Sangat Aktif

 

Jumlah

29

100

 

 

Dari tabel 4.3.2  di atas dapat diketahui siklus II siswa yang mempunyai keaktifan secara positif  sebesar 96,55%, hasil tersebut dapat dideskripsikan  sebagai berikut  : yaitu 12 anak (41,83%) pada katagori senang dan 16 anak (55,17%) pada katagori sangat senang. Siswa yang mempunyai katagori kurang senang 1 anak (3,45%) dan tidak senang 0 anak ( 0%). Pencapaian keaktifan pada siklus II mencapai 96,55%, hal ini berarti sudah memenuhi indikator penelitian maka penelitian dianggap berhasil dan dihentikan pada siklus II.

 

4.4 Pembahasan

Dalam hasil dan pembahasan ini akan dipaparkan perkembangan pelaksanaan penerapan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka akan dibahas secara rinci sebagai berikut: Aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA mengalami peningkatan keaktifan dan hasil belajar pada siklus I dan siklus II.

4.4.1 Peningkatan prestasi belajar siswa

Setelah melakukan analisa terhadap data yang peroleh dari tiga siklus yang dilaksanakan maka dapat dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode inqiuri pada pembelajaran IPA materi Konsep Daur Air menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap hasil proses pembelajaran pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada setiap siklusnya dapat dilihat pada tabel 4.4.1 dan gambar 3 berikut:

 

Tabel 4.4.1 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa

No

Indikator

Data Awal

Siklus I

Siklus II

1

Jumlah Siswa

29

29

29

2

Nilai rata-rata

65,69

78,62

85,86

3

Persentase Ketuntasan Siklus

27,59%

68,97%

96,55%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3 Grafik  peningkatan rata-rata nilai siklus dan persentase ketuntasan belajar siswa

 

Berdasarkan Tabel 4.4.1 dan gambar 3 terlihat rata-rata kelas dan persentase belajar siswa ada peningkatan, yaitu pada kondisi awal persentase ketuntasan 46,15% dan nilai rata-rata 68,97 meningkat disiklus I persentase ketuntasan 69,23% dan nilai rata – rata 76,41 meningkat disiklus II dengan rata-rata kelas 86,79 dan persentase ketuntasan belajarnya mencapai 100%. Dengan peningkatan ini maka peneilitian dihentikan di siklus II.

Adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal. Siklus I hingga siklus II karena adanya aktivitas perbaikan pembelajaran seperti dalam penyampaian materi. Dalam penyampaian materi guru menekankan pada hal-hal sebagai berikut :

1)        Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok.

2)        Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan menghafal

3)         Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa

4)        Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah

5)        Beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.

 

4.4.2        Peningkatan keaktifan belajar siswa

Dari hasil analisis data berikut dikemukakan mengenai hasil perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan penerapan model pembelajaran Discovery Learning. Pada hipotesis diperoleh data tentang keaktifan belajar siswa, dari jumlah siswa 39 ada kenaikan dari pra siklus  53,85% meningkat menjadi 74,36% pada siklus I, meningkat menjadi 94,87% pada siklus II.

Rekapitulasi rata-rata keaktifan belajar pada pra siklus, siklus I dan II dapat disajikan pada tabel di bawah ini:

 

Tabel 4.4.2 Rekapitulasi Data Keaktifan Belajar Siswa

No.

Tahap

Keaktifan belajar yang positif

Jumlah persentase

Senang

Sangat Senang

1

Kondisi Awal

30,77%

23,08%

53,85%

2

Siklus I

41,03%

33,33%

74,36%

3

Siklus II

30,77%

64,10%

94,87%

 

Hasil analisis keaktifan belajar siswa akan lebih jelas terlihat peningkatannya dari tiap pelaksanaan pembelajaran digambarkan pada grafik di bawah ini:

 

 

Gambar 4. Grafik Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa dari Pra Siklus sampai dengan Siklus II

5     SIMPULAN dan SARAN 

5.1    Simpulan

Penerapan model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri Wanareja 02 pada mata pelajaran IPA materi Konsep Daur Air. Di bawah ini adalah hasil pengamatan dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan :

1.      Keaktifan belajar siswa mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Siswa yang memiliki keaktifan belajar pada kondisi awal sebesar 51,72% meningkat pada siklus I mencapai 75,86% dan meningkat lagi menjadi 96,55% pada siklus II.

2.     Penerapan model pembelajaran inkuiri  pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti dapat meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 65,69 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak  8 siswa (27,59%) pada kondisi awal, naik menjadi 78,62 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 20 siswa (68,97%) pada pada siklus pertama, dan 85,86 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 28 siswa atau 96,55% pada siklus kedua, sehingga pada siklus kedua ini dapat disimpulkan bahwa semua kriteria keberhasilan telah tercapai pada siklus kedua, dan kepada siswa yang belum tuntas sebanyak 1 siswa (3,45%) akan diberikan program remidial.

 

5.2    Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1.         Pembelajaran dengan model pembelajaran Inkuiri dapat dilaksanakan dengan baik jika dalam menyampaikan pembelajaran menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa dan lebih rinci.

2.         Disarankan guru dapat memilih model pembelajaran yang akan digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

3.         Pelaksanaan ini baru berjalan dua siklus maka peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan untuk temuan yang lebih baik dan berkualitas.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Hakim Thursan, 2004. Belajar Secara Efektif. Jakarta. Puspa Swara

Kemmis and MC Taggart.1998. The Action Research Planner. Dekan University.

Mulyono, Anton M. 2001. Aktivitas belajar. Bandung: Grafindo

Natawijaya Rochman dalam Depdiknas. 2005. Belajar Aktif. (Online). (http://www.buatskripsi.com/2011/01/pengertian-keaktifan-belajar siswa.html. Di akses tanggal 15 Januari 2013).

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

 

Sarmini K, Kenndler E. Ionization constants of weak acids and bases in organic solvents. J Biochem Biophys Methods. 1999;38:123–137. doi: 10.1016/S0165-022X(98)00033-5.

 

Sudjana,   Nana.  2009. Proses    Belajar    Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

 

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suparno. Paul. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Tatang dan Kurniasih. 2008. Teori Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


0 komentar: