PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN HASIL BELAJAR IPA
MATERI KONSEP DAUR AIR PADA SISWA KELAS VA SEMESTER I SEKOLAH DASAR NEGERI WANAREJA 02 KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
HERI INDARTO, S.Pd.SD, M.Pd.
SD NEGERI WANAREJA 02
Abstrak
Penelitian berjudul Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA Materi Konsep Daur Air pada Siswa Kelas VA Semester I Sekolah Dasar Negeri Wanareja 02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun
Pelajaran 2019/2020. Dengan subjek penelitian berjumlah 29 anak terdiri dari 15 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar siswa rendah pada kondisi pra siklus
dengan nilai rata-rata 65,69.
Penelitian ini dilaksanakan dua siklus,
tiap-tiap siklus menggunakan model pembelajaran Inkuiri. Pengumpulan data dilakukan melalui angket, tes, dan observasi. Indikator keberhasilan
dalam penelitian ini jika 85% dari siswa tuntas belajar serta menunjukan peningkatan keaktifan belajar. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan keaktifan belajar siswa dari pra siklus, siklus I dan siklus II yaitu pada pra siklus mencapai 53,85% masuk pada ketegori cukup (kriteria agak aktif) meningkat pada siklus I mencapai 62,07% masuk pada ketegori tinggi (kriteria
terkeaktifan) meningkat lagi menjadi 93,10% masuk pada kategori sangat tinggi (kriteria sangat terkeaktifan) pada siklus II. Hasil
prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa pada pra siklus mencapai rata-rata 65,69 meningkat
pada siklus I mencapai rata –rata 78,62 dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 85,86. Dari hasil penelitian, ketuntasan belajar mengalami peningkatan pada siklus I (68,97%) dan pada siklus II (96,55%), terjadi peningkatan ketuntasan belajar sebesar
(27,58%). Penerapan model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.
Kata kunci: IPA, Inkuiri, Keatktifan, Hasil Belajar
1. PENDAHULUAN
Ilmu
Pengetahuan Alam adalah mata pelajaran yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian yaitu Ilmu Pengetahuan Alam sebagai
produk, proses, dan sikap. Untuk memenuhi ketiga komponen tersebut guru sebagai
ujung tombak dunia pendidikan harus mampu merespon dengan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif dan bijaksana
dalam menghadapi setiap perubahan. Hal
tersebut diperlukan untuk memecahkan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar
tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat sekolah dasar diharapkan proses
pembelajaran IPA diarahkan pada pengalaman belajar langsung.
Namun kenyataannya
sebagian besar siswa justru merasa kesulitan memahami konsep-konsep yang
diajarkan dalam mata pelajaran IPA. Upaya
yang telah dilakukan guru tidak selamanya berdampak pada perbaikan yang
dihadapkan karena ada hambatan yang banyak dialami pada pelaksanaan
pembelajaran, terutama pembelajaran
di kelas masih dominan menggunakan metode
ceramah dan tanya
jawab, sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi langsung
dengan benda-benda konkret. Hal ini dikarenakan kurangnya metode yang bervariatif dan membangkitkan kreativitas siswa sehingga pembelajaran belum berhasil. Hal ini juga terjadi di SD Negeri Wanareja 02
pada siswa kelas V-A materi konsep Daur Air, siswa merasa kesulitan untuk memahami materi konsep daur air dan menerapkannya pada materi pembelajaran yang menyebabkan hasil
belajar siswa rendah. Rendahnya hasil belajar IPA pada siswa SD Negeri Wanareja 02 kelas
VI.
Melihat
kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran lebih bermakna dengan menitikberatkan pada pemilihan
model pembelajaran, agar
peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa. dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan harapan. Model
Pembelajaran Inkuiri merupakan model
pembelajaran yang dapat membangkitka kreatifitas siswa. Dalam
pembelajaran Inkuiri siswa dalam mempelajari materi akan menemukan proses
pencarian konsep sampai sehingga dapat
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
2.
KAJIAN TEORI
Menurut
Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun
non fisik. Sedangkan menurut Rousseeau dalam Sardiman. AM (2004:94) keaktifan
belajar adalah ”Segala pengetahuan yang diperoleh dengan pengamatan sendiri,
dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara
rohani maupun tekhnis”. Sejalan dengan hal itu Rochman Natawijaya (dalam
Depdiknas 2005 : 31) menyatakan bahwa belajar aktif adalah suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa
untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya
menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat
melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa keaktifan belajar adalah suatu pembelajaran yang dikelola dengan lebih
menekankan pada keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional
sehingga tercipta perpaduan antara aspek afektif, kognitif dan psikomotor agar
tercipta suasana belajar yang sesuai dengan konsep dan makna melalui berbagai
kegiatan.
Menurut Nana Sudjana
(2009:3) hasil belajar peserta
didik pada hakikatnya
dalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan
Menurut
Gagne dalam Nana
Sudjana, (2009: 34)
Hasil Belajar adalah kapabilitas pada
kemampuan yang diperoleh
dari proses belajar Untuk itu, dapat dipahami bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Thursan
Hakim, (2004: 11)
“faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu
faktor internal dan faktor
eksternal”. Faktor Internal, terdiri dari: 1)Faktor Biologis
meliputi segala hal
yang berhubungan dengan keadaan fisik
atau jasmani individu
yang bersangkutan, diantaranya kondisi fisik yang normal,
kondisi kesehatan fisik. 2)Faktor
Psikologis, yaitu meliputi
segala hal yang
berkaitan dengan kondisi mental
seseorang, diantaranya intelegensi,
kemauan, bakat dan daya ingat.
Faktor Eksternal terdiri
dari: 1) faktor lingkungan
keluarga, 2) faktor lingkungan
sekolah, 3) faktor lingkungan masyarakat, 4) faktor waktu.
Menurut Swit (Sarmini, 2008:78)
menyatakan bahwa “ Science is a body of
knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang
dimaksud dengan Sains (IPA)
adalah kumpulan dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip dan
lain-lain) dan bagaimana
proses untuk meningkatkan pengetahuan itu. Pernyataan tersebut
sejalan dengan Fisher (Sarmini,
2008:80) menyatakan bahwa
IPA merupakan suatu
batang tubuh pengetahuan yang
diperoleh melalui metode
yang berdasarkan observasi.
Dari pendapat kedua
ahli di atas
maka jelaslah bahwa
pada hakekatnya IPA adalah
ilmu pengetahuan tentang
fenomena alam berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip,
proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.
Menurut
Tatang S. dan Kurniasih (2008:121), mengemukakan bahwa: Tema utama
filsafat inkuiri yakni
berkenaan dengan pengetahuan. Adapun
filsafat inkuiri ini memberikan implikasi
yang berarti terhadap
pendidikan, khususnya dalam bidang
pendidikan sains dan
matematika. Belakangan
banyak ahli pendidikan
mempertimbangkan gagasan-gagasan inkuiri
dalam rangka membangun
konsep dan melaksanakan
pembelajaran. Sedangkan menurut Mark
Baldawin dalam Wina
Sanjaya (2007:254), menjelaskan bahwa ‘konstrukstivisme adalah
strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran’. Siswa
didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik
yang akan dipelajarinya. Dari
pengertian-pengertian
tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan
inkuiri adalah merupakan
proses untuk mekeaktifan siswa
dalam mengawali proses
pembelajaran, proses pengamatan
dan pengalaman.
Menurut Wina
Sanjaya (2006: 201), secara umum proses pembelajaran model inkuiri dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Tahapan Orientasi : membawa siswa kedalam situasi belajar yang kondusif dan
responsif
b.
Tahapan merumuskan masalah : menyajikan pertanyaan atau permasalahan yang
mengandung unsur teka-teki
c.
Tahapan mengajukan hipotesis : jawaban sementara siswa sebelum melakukan
pengumpulan data
d.
Tahapan mengumpulkan data : aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan.
e.
Tahap menguji hipotesis : proses menemukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
f.
Tahap merumuskan kesimpulan : proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Adapun prinsip
pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran inkuiri menurut
Suparno (1996: 49)
adalah sebagai berikut :
a.
Pengetahuan dibangun sendiri
oleh siswa baik
secara personal maupun sosial.
b.
Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan
dari guru ke
murid, melainkan hanya dengan
keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
c.
Siswa aktif mengkonstruksi secara
terus menerus,sehingga selalu
terjadi perubahan menuju ke konsep yang lebih rinci,lengkap,serta sesuai
dengan konsep ilmiah.
d.
Guru
berperan sebagai mediator
dan fasilitator, sehingga
proses konstruksi siswa berjalan dengan lancar.
Pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri di sekolah dasar karena memiliki
kelebihan-kelebihan antara lain:
1)
Pembelajaran dimulai dari konsep yang dimiliki peserta
didik, bukan konsep yang di miliki oleh guru sehingga kegiatan peserta
didik berangkat dari
pengalaman yang relevan
dengan tingkat perkembangan.
2)
Memberikan
kesempatan siswa menemukan
dan menerapkan idenya sendiri
dengan tujuan supaya seluruh kegiatan akan lebih bermakna bagi siswa
3)
Menyajikan
kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan permasalahan yang
sering ditemui dalam
lingkungan
4)
Siswa dapat mengungkapkan
konsep yang sesuai
dengan pengalamannya
5)
Siswa dilatih untuk berpikir inovatif
6)
Siswa
menjadi lebih aktif,
mencari masalah, menemukan
dan bahkan menyimpulkan.
Selain
memiliki beberapa kelebihan, model pembelajaran Inkuiri, juga
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
1)
Langkah yang sulit dalam menerapkan model inkuiri di
kelas tinggi sebab
anak terbiasa dengan
pembelajaran konvensional sebelumnya.
2)
Lebih
banyak waktu yang
diperlukan dalam pengembangan konsep sebab
fokus lebih kepada
kegiatan-kegiatan dalam menemukan
konsep.
3)
Banyak
membutuhkan alat bantu
dan benda manifulatif
untuk pembelajaran, mengingat kemampuan setiap anak yang berbeda
yang dirasakan belum
memahami konsep tersebut
ketika diajarkan dengan alat peraga.
Menurut
Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science
is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah
bahwa yang dimaksud dengan Sains (IPA)
adalah kumpulan dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip dan
lain-lain) dan bagaimana
proses untuk meningkatkan pengetahuan itu. Sejalan dengan
hal tersebut, Fisher (Sarmini, 2008:80)
menyatakan bahwa IPA
merupakan suatu batang tubuh
pengetahuan yang diperoleh
melalui metode yang
berdasarkan observasi. Dari
pendapat kedua ahli
di atas maka
jelaslah bahwa pada hakekatnya IPA
adalah ilmu pengetahuan
tentang fenomena alam
berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki
sikap ilmiah.
Berdasarkan
kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi beberapa aspek
kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
1)
Makhluk
hidup dan proses
kehidupan, yaitu manusia,
hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan serta kesehatan.
2)
Benda atau materi,
sifat-sifat dan kegunaannya,
meliputi: benda cair, padat, dan gas.
3)
Energi dan perubahannya,
meliputi: magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
4)
Bumi dan alam
semesta, meliputi: tanah,
bumi, tata surya
dan benda-benda langit lainnya.
Mata pelajaran IPA bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1)
Memproses
keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan dalam ciptaan-Nya.
2)
Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman
konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3)
Mengembangkan
rasa ingin tahu,
sikap positif dan
kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, masyarakat.
4)
Mengembangkan
keterampilan proses untuk
menyelididki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
5)
Meningkatkan
kesadaran untuk berperan
serta memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
6)
fMeningkatkan
kesadaran untuk menghargai
alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
7)
Memperoleh
proses bekal pengetahuan,
konsep dan keterampilan
IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs.
Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran adalah rendahnya keaktifan dan hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur air.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut, perlu
dilakukan penelitian untuk perbaikan terhadap
pembelajaran IPA. Perbaikan dititikberatkan pada pemilihan
model pembelajaran, agar
model pembelajaran yang dipilih
lebih mengutamakan pada
peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
Model pembelajaran inkuiri
merupakan salah satu
model pembelajaran
kontekstual yang lebih
menitikberatkan pada proses
belajar siswa aktif dalam
membangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur
kognitif yang telah dimilikinya.
Dalam hal ini
guru lebih berperan
sebagai fasilitator dan motivator
pembelajaran serta meluruskan
konsepsi. Penggunaan model pembelajaran inkuiri
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam
penggunaan model pembelajaran ini
guru bukanlah sebagai
pemberi jawaban akhir
atas pertanyaan yang diajukan
oleh siswa melainkan
hanya mengarahkan siswa
untuk mengkonstruksikan
pengetahuannya sehingga diperoleh
pemahaman melalui penemuannya..
Untuk lebih jelasnya alur kerangka berpikir dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Gambar 1 Bagan Kerangka
Berpikir
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelas V-A
SD Negeri Wanareja 02, Kecamatan Wanareja,
Kabupaten Cilacap. Alasan pemilihan tempat
dikarenakan peneliti bertugas di SD tersebut sehingga memudahkan untuk
mendapatkan data. Selain itu, tugas kedinasan peneliti tidak terganggu.
Penelitian dilaksanakan pada semester I Tahun
pelajaran 2019/2020. Mulai
bulan September 2019 sampai November 2019.
3.2
Subyek Penelitian
Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010:152)
adalah, “Merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya didalam penelitian,
subjek penelitian harus ditata sebelum penelitian siap untuk mengumpulkan data”. Semua siswa digunakan sebagai subyek. Subjek
penelitian adalah semua siswa kelas V-A SD
Negeri Wanareja 02 Tahun Pelajaran 2019/2020 dengan
jumlah 29 siswa yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 15 siswa dan perempuan sebanyak 14
siswa.
3.3 Teknik
dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
meliputi: 1) teknik tes yang digunakan adalah tes tertulis. Teknik tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain untuk mengetahui hasil
belajar siswa, yang digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. 2)
teknik observasi. Observasi adalah pengamatan secara langsung yang dilakukan
pada saat pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengumpulkan data
aktivitas guru, aktivitas siswa.. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan tes hasil belajar.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Observasi menurut Sugiyono (2012:145)
yaitu “observasi sebagai
teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan responden yang diamati tidak
terlalu besar”. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan
untuk menilai tingkah laku
individu atau proses terjadinya suatu kejadian yang diamati baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Menurut Arikunto (2010:53), tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pada penelitian ini tes digunakan untuk
mengetahui nilai siswa setelah proses pembelajaran. Tes digunakan untuk
mengambil data hasil pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Inkuiri
pada siswa kelas V-A SD Negeri Wanareja 02 Kecamatan Wanareja. Sedangkan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data dengan alat
penilaian tes yaitu melalui pre
tes dan
post tes..
Hasil belajar dan
proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes. Baik melalui kuis, tes isian, maupun tes uraian,
tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non tes atau bukan tes. Dalam
penelitian ini alat-alat non tes yang akan digunakan untuk memperoleh data
melalui observasi atau pengamatan aktivitas guru, pengamatan aktivitas siswa, dan wawancara kreativitas siswa
terhadap pelajaran IPA
Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini, dilakukan dengan cara: 1) Lembar Soal Tes; 2) Lembar Observasi atau Pengamatan; 3) Lembar Angket Kreatifitas.
3.4 Teknik
Analisis Data
Kegiatan analisis
data terbagi pada
dua kegiatan yaitu, mendeskripsikan data
dan menganalis uji
statistika. Yang disebut mendeskripsikan data
adalah menggambarkan data
yang ada agar memperoleh bentuk
nyata sehingga akan
lebih mudah dimengerti.
Data yang di analisis
secara deskriftif dapat
memberikan kemudahan bagi peneliti
dalam mempresetasikan data
yaitu lebih ringkas
dan sederhana. Hasil dari
analisis data berupa
lembar observasi dituliskan
dalam bentuk deskripsi sedangkan
hasil evaluasi dan
LKS ditulis dalam
bentuk tabel. Dengan demikian
nilai yang diperoleh
tiap kelompok maupun
tiap siswa dapat terlihat dengan
jelas.
Penelitian ini menggunakan 2 siklus, yang
masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting),
observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Setiap siklus
terdiri atas dua pertemuan (4 jam pelajaran) di mana setiap jam pelajaran
terdiri dari 35 menit.
Sesuai dengan penelitian yang
digunakan yaitu PTK, penelitian ini direncanakan terdiri dari 2 siklus. Apabila belum berhasil akan
dilanjutkan pada siklus berikutnya. Model yang dilakukan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah model proses siklus PTK. Adapun model dan penjelasan
untuk setiap siklus dilukiskan oleh Kemmis Mc.
Taggart (1998) yang terdiri dari empat tahap,
yaitu: planning (perencanaan), action (pelaksanaan), observation (pengamatan),
dan reflection (refleksi)
.Adapun
model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :
Gambar 2 Model
Spiral dari
Kemmis dan
Mc. Taggart
Indikator keberhasilan proses
perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut :
- Siswa dinyatakan tuntas jika telah mencapai
tingkat penguasaan materi 75% ke atas atau mendapat nilai 75.
- Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan
berhasil apabila peningkatan
keaktifan belajar siswa mencapai 85% atau lebih
- Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah
siswa tuntas dalam belajar.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian pada Kondisi Awal
4.1.1
Nilai Tes Formatif
Nilai prestasi siswa diperoleh dari
pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi
siswa pada kondisi awal dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil belajar siswa pada kondisi
awal
No |
Indikator |
Keterangan |
1 |
Jumlah siswa |
29 |
2 |
Nilai rata-rata tes formatif |
65,69 |
3 |
Jumlah siswa yang tunta sbelajar |
8 |
4 |
Persentase ketuntasan belajar |
27,59% |
Berdasarkan tabel 4.1.1 di atas dapat diketahui hasil ulangan harian pada kondisi awal diperoleh rata–rata kelas 65,69 dengan ketuntasan 27,59%.
4.1.2 Keaktifan Belajar Siswa
Data tentang keaktifan belajar siswa
diperoleh dari angket keaktifan
belajar dari data awal dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1.2 Hasil angket keaktifan belajar siswa data awal
No. |
Skor Perolehan |
Keaktifan
Belajar Siswa |
Kriteria |
|
F |
% |
|||
1 |
10-20 |
0 |
0 |
Tidak
Aktif |
2 |
21-30 |
13 |
48,28 |
Kurang
Aktif |
3 |
31-40 |
12 |
37,93 |
Aktif |
4 |
41-50 |
4 |
13,79 |
Sangat
Aktif |
|
Jumlah |
29 |
100 |
|
Dari
tabel 4.1.2 di atas dapat diketahui data awal siswa yang mempunyai keaktifan secara positif baru mencapai
51,72%. Dengan demikian keaktifan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar masih rendah, karena sebagian besar menganggap IPA
pelajaran yang rumit dan membosankan.
4.2 Hasil Penelitian pada Siklus 1
4.2.1
Nilai Tes Formatif
Nilai prestasi siswa diperoleh dari
pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi
siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.2.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus I
No |
Indikator |
Keterangan |
1 |
Jumlah siswa |
29 |
2 |
Nilai rata-rata tes formatif |
78,62 |
3 |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
20 |
4 |
Persentase ketuntasan belajar |
68,97% |
Berdasarkan
tabel 4.2.1 jumlah siswa yang
tuntas adalah 20 siswa dengan
rata-rata yang diperoleh mencapai 78,62. Jumlah siswa
yang dibawah KKM atau belum tuntas 9 siswa. Persentase ketuntasan yang
diperoleh pada siklus I adalah 68,97%. Hal ini menunjukkan persentase
yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan yakni 85%,
maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.
4.2.1
Keaktifan Belajar Siswa
Data tentang keaktifan belajar siswa
diperoleh dari angket keaktifan
belajar siklus I dapat disajikan pada tabel 4.2.1 sebagai berikut :
Tabel 4.2.1 Hasil angket Keaktifan belajar siswa siklus I
No. |
Skor Perolehan |
Keaktifan Belajar Siswa |
Kriteria |
|
F |
% |
|||
1 |
10-20 |
0 |
0 |
Tidak
Aktif |
2 |
21-30 |
7 |
24,14 |
Kurang
Aktif |
3 |
31-40 |
16 |
55,17 |
Aktif |
4 |
41-50 |
6 |
20,69 |
Sangat
Aktif |
|
Jumlah |
29 |
100 |
|
Dari tabel 4.4
di atas dapat diketahui siklus I siswa yang mempunyai keaktifan secara
positif baru mencapai 75,86%, hasil tersebut dapat dideskripsikan
sebagai berikut: yaitu 16 anak (55,17%) pada katagori aktif dan 6
anak (20,69%) pada katagori sangat aktif, sedangkan 7 anak (24,14%) kurang aktif.
Siswa yang mempunyai katagori tidak senang tidak ada. Pencapaian keaktifan
sebesar 75,86% belum memenuhi indikator
penelitian yang ditentukan yaitu 85% maka penelitian dilanjutkan pada siklus
berikutnya.
4.3 Hasil Penelitian pada Siklus II
4.3.1
Nilai Tes Formatif
Hasil prestasi siswa pada siklus II dapat
dilihat pada tabel 4.3.1 berikut.
Tabel 4.3.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus II
No |
Indikator |
Keterangan |
1 |
Jumlah siswa |
29 |
2 |
Nilai rata-rata tes formatif |
85,,86 |
3 |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
28 |
4 |
Persentase ketuntasan belajar |
96,55% |
Berdasarkan tabel 4.3.1 jumlah siswa yang tuntas terdapat
29 siswa atau 96,55% dengan rata-rata yang didapat adalah 85,86 Jumlah siswa
yang dibawah KKM atau belum tuntas 1 siswa. Persentase yang diperoleh pada
siklus II telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yakni 85%.
2). Keaktifan Belajar Siswa
Data tentang keaktifan belajar siswa
diperoleh dari angket Keaktifan belajar siklus II dapat disajikan pada tabel 4.3.2 sebagai berikut :
Tabel 4.3.2 Hasil
angket keaktifan belajar siswa siklus II
No. |
Skor Perolehan |
Keaktifan
Belajar Siswa |
Kriteria |
|
F |
% |
|||
1 |
10-20 |
0 |
0 |
Tidak Aktif |
2 |
21-30 |
1 |
3,45 |
Kurang
Aktif |
3 |
31-40 |
12 |
41,38 |
Aktif |
4 |
41-50 |
16 |
55,17 |
Sangat Aktif |
|
Jumlah |
29 |
100 |
|
Dari tabel 4.3.2 di atas dapat diketahui siklus II siswa yang
mempunyai keaktifan secara positif
sebesar 96,55%, hasil tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut : yaitu 12 anak (41,83%) pada katagori senang
dan 16 anak (55,17%) pada katagori sangat senang. Siswa yang mempunyai katagori
kurang senang 1 anak (3,45%) dan tidak senang 0 anak ( 0%). Pencapaian
keaktifan pada siklus II mencapai 96,55%, hal ini berarti sudah memenuhi
indikator penelitian maka penelitian dianggap berhasil dan dihentikan pada
siklus II.
4.4
Pembahasan
Dalam hasil dan pembahasan ini akan dipaparkan
perkembangan pelaksanaan penerapan model pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka akan
dibahas secara rinci sebagai berikut: Aktivitas guru dalam menerapkan model
pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA mengalami peningkatan keaktifan dan
hasil belajar pada siklus I dan siklus II.
4.4.1 Peningkatan
prestasi belajar siswa
Setelah melakukan analisa terhadap data yang peroleh
dari tiga siklus yang dilaksanakan maka dapat dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode inqiuri pada pembelajaran IPA materi Konsep Daur Air
menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap hasil proses pembelajaran pada
pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada setiap siklusnya dapat dilihat pada
tabel 4.4.1 dan gambar
3 berikut:
Tabel 4.4.1 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
No |
Indikator |
Data Awal |
Siklus I |
Siklus II |
1 |
Jumlah Siswa |
29 |
29 |
29 |
2 |
Nilai rata-rata |
65,69 |
78,62 |
85,86 |
3 |
Persentase
Ketuntasan Siklus |
27,59% |
68,97% |
96,55% |
Gambar 3 Grafik peningkatan rata-rata nilai siklus dan
persentase ketuntasan belajar siswa
Berdasarkan Tabel 4.4.1 dan gambar 3 terlihat rata-rata kelas dan
persentase belajar siswa ada peningkatan, yaitu pada kondisi awal
persentase ketuntasan 46,15% dan nilai rata-rata 68,97 meningkat disiklus I persentase
ketuntasan 69,23% dan nilai
rata – rata 76,41 meningkat
disiklus II dengan rata-rata kelas 86,79 dan persentase ketuntasan belajarnya
mencapai 100%. Dengan
peningkatan ini maka peneilitian dihentikan di siklus II.
Adanya peningkatan persentase
ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal. Siklus I hingga siklus II karena
adanya aktivitas perbaikan pembelajaran seperti dalam penyampaian materi. Dalam
penyampaian materi guru menekankan pada hal-hal sebagai berikut :
1)
Mengembangkan
materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok.
2)
Menekankan
bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan menghafal
3)
Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk
mengontrol pemahaman siswa
4)
Memberikan
penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah
5)
Beralih
kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.
4.4.2
Peningkatan keaktifan belajar siswa
Dari hasil analisis data
berikut dikemukakan mengenai hasil perbaikan pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan penerapan model pembelajaran Discovery Learning. Pada hipotesis diperoleh data tentang keaktifan belajar siswa, dari
jumlah siswa 39 ada kenaikan
dari pra siklus 53,85% meningkat menjadi 74,36% pada siklus I,
meningkat menjadi 94,87% pada siklus
II.
Rekapitulasi rata-rata keaktifan belajar pada pra siklus, siklus I dan II dapat disajikan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.4.2 Rekapitulasi Data Keaktifan
Belajar Siswa
No. |
Tahap |
Keaktifan belajar yang positif |
Jumlah persentase |
|
Senang |
Sangat Senang |
|||
1 |
Kondisi
Awal |
30,77% |
23,08% |
53,85% |
2 |
Siklus
I |
41,03% |
33,33% |
74,36% |
3 |
Siklus
II |
30,77% |
64,10% |
94,87% |
Hasil analisis keaktifan
belajar siswa akan lebih jelas terlihat peningkatannya dari tiap pelaksanaan
pembelajaran digambarkan pada grafik di bawah ini:
Gambar 4. Grafik Peningkatan Keaktifan
Belajar Siswa dari Pra Siklus sampai dengan Siklus II
5 SIMPULAN dan SARAN
5.1 Simpulan
Penerapan model
pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri Wanareja 02 pada mata pelajaran IPA materi Konsep Daur Air. Di bawah ini adalah hasil pengamatan dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan :
1.
Keaktifan belajar siswa mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Siswa yang memiliki keaktifan belajar pada kondisi awal sebesar 51,72% meningkat pada siklus I mencapai 75,86% dan meningkat lagi menjadi 96,55% pada
siklus II.
2.
Penerapan model pembelajaran inkuiri
pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti dapat
meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 65,69 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 8 siswa (27,59%) pada kondisi awal, naik menjadi 78,62 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 20 siswa (68,97%) pada pada siklus pertama, dan 85,86 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 28 siswa atau 96,55% pada
siklus kedua, sehingga pada siklus kedua ini dapat disimpulkan bahwa semua
kriteria keberhasilan telah tercapai pada siklus kedua, dan kepada siswa yang
belum tuntas sebanyak 1 siswa (3,45%) akan diberikan program remidial.
5.2 Saran
Dari hasil
penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
dengan model pembelajaran Inkuiri dapat
dilaksanakan dengan baik jika dalam menyampaikan pembelajaran menggunakan
bahasa yang mudah dipahami siswa dan lebih rinci.
2.
Disarankan guru dapat memilih model
pembelajaran yang akan digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
3.
Pelaksanaan
ini baru berjalan dua siklus maka peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan
untuk temuan yang lebih baik dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hakim Thursan, 2004. Belajar
Secara Efektif. Jakarta. Puspa Swara
Kemmis and MC Taggart.1998. The Action Research Planner. Dekan
University.
Mulyono, Anton M. 2001. Aktivitas belajar.
Bandung: Grafindo
Natawijaya Rochman dalam Depdiknas. 2005.
Belajar Aktif. (Online).
(http://www.buatskripsi.com/2011/01/pengertian-keaktifan-belajar siswa.html. Di
akses tanggal 15 Januari 2013).
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran;
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sarmini K,
Kenndler E. Ionization constants of weak acids and bases in organic solvents. J Biochem Biophys Methods. 1999;38:123–137. doi: 10.1016/S0165-022X(98)00033-5.
Sudjana,
Nana. 2009. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Sugiyono. 2012.
Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suparno. Paul. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Kanisius.
Tatang
dan Kurniasih. 2008. Teori
Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN
HASIL BELAJAR IPA MATERI KONSEP DAUR AIR PADA SISWA
KELAS VA SEMESTER I SEKOLAH DASAR NEGERI WANAREJA 02 KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
HERI INDARTO, S.Pd.SD, M.Pd.
SD NEGERI WANAREJA 02
Abstrak
Penelitian berjudul Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA Materi Konsep Daur Air pada Siswa Kelas VA Semester I Sekolah Dasar Negeri Wanareja 02 Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Tahun
Pelajaran 2019/2020. Dengan subjek penelitian berjumlah 29 anak terdiri dari 15 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar siswa rendah pada kondisi pra siklus
dengan nilai rata-rata 65,69.
Penelitian ini dilaksanakan dua siklus,
tiap-tiap siklus menggunakan model pembelajaran Inkuiri. Pengumpulan data dilakukan melalui angket, tes, dan observasi. Indikator keberhasilan
dalam penelitian ini jika 85% dari siswa tuntas belajar serta menunjukan peningkatan keaktifan belajar. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan keaktifan belajar siswa dari pra siklus, siklus I dan siklus II yaitu pada pra siklus mencapai 53,85% masuk pada ketegori cukup (kriteria agak aktif) meningkat pada siklus I mencapai 62,07% masuk pada ketegori tinggi (kriteria
terkeaktifan) meningkat lagi menjadi 93,10% masuk pada kategori sangat tinggi (kriteria sangat terkeaktifan) pada siklus II. Hasil
prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa pada pra siklus mencapai rata-rata 65,69 meningkat
pada siklus I mencapai rata –rata 78,62 dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 85,86. Dari hasil penelitian, ketuntasan belajar mengalami peningkatan pada siklus I (68,97%) dan pada siklus II (96,55%), terjadi peningkatan ketuntasan belajar sebesar
(27,58%). Penerapan model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.
Kata kunci: IPA, Inkuiri, Keatktifan, Hasil Belajar
1. PENDAHULUAN
Ilmu
Pengetahuan Alam adalah mata pelajaran yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian yaitu Ilmu Pengetahuan Alam sebagai
produk, proses, dan sikap. Untuk memenuhi ketiga komponen tersebut guru sebagai
ujung tombak dunia pendidikan harus mampu merespon dengan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif dan bijaksana
dalam menghadapi setiap perubahan. Hal
tersebut diperlukan untuk memecahkan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar
tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat sekolah dasar diharapkan proses
pembelajaran IPA diarahkan pada pengalaman belajar langsung.
Namun kenyataannya
sebagian besar siswa justru merasa kesulitan memahami konsep-konsep yang
diajarkan dalam mata pelajaran IPA. Upaya
yang telah dilakukan guru tidak selamanya berdampak pada perbaikan yang
dihadapkan karena ada hambatan yang banyak dialami pada pelaksanaan
pembelajaran, terutama pembelajaran
di kelas masih dominan menggunakan metode
ceramah dan tanya
jawab, sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi langsung
dengan benda-benda konkret. Hal ini dikarenakan kurangnya metode yang bervariatif dan membangkitkan kreativitas siswa sehingga pembelajaran belum berhasil. Hal ini juga terjadi di SD Negeri Wanareja 02
pada siswa kelas V-A materi konsep Daur Air, siswa merasa kesulitan untuk memahami materi konsep daur air dan menerapkannya pada materi pembelajaran yang menyebabkan hasil
belajar siswa rendah. Rendahnya hasil belajar IPA pada siswa SD Negeri Wanareja 02 kelas
VI.
Melihat
kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran lebih bermakna dengan menitikberatkan pada pemilihan
model pembelajaran, agar
peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa. dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan harapan. Model
Pembelajaran Inkuiri merupakan model
pembelajaran yang dapat membangkitka kreatifitas siswa. Dalam
pembelajaran Inkuiri siswa dalam mempelajari materi akan menemukan proses
pencarian konsep sampai sehingga dapat
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
2.
KAJIAN TEORI
Menurut
Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun
non fisik. Sedangkan menurut Rousseeau dalam Sardiman. AM (2004:94) keaktifan
belajar adalah ”Segala pengetahuan yang diperoleh dengan pengamatan sendiri,
dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara
rohani maupun tekhnis”. Sejalan dengan hal itu Rochman Natawijaya (dalam
Depdiknas 2005 : 31) menyatakan bahwa belajar aktif adalah suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa
untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya
menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat
melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa keaktifan belajar adalah suatu pembelajaran yang dikelola dengan lebih
menekankan pada keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional
sehingga tercipta perpaduan antara aspek afektif, kognitif dan psikomotor agar
tercipta suasana belajar yang sesuai dengan konsep dan makna melalui berbagai
kegiatan.
Menurut Nana Sudjana
(2009:3) hasil belajar peserta
didik pada hakikatnya
dalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan
Menurut
Gagne dalam Nana
Sudjana, (2009: 34)
Hasil Belajar adalah kapabilitas pada
kemampuan yang diperoleh
dari proses belajar Untuk itu, dapat dipahami bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Thursan
Hakim, (2004: 11)
“faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu
faktor internal dan faktor
eksternal”. Faktor Internal, terdiri dari: 1)Faktor Biologis
meliputi segala hal
yang berhubungan dengan keadaan fisik
atau jasmani individu
yang bersangkutan, diantaranya kondisi fisik yang normal,
kondisi kesehatan fisik. 2)Faktor
Psikologis, yaitu meliputi
segala hal yang
berkaitan dengan kondisi mental
seseorang, diantaranya intelegensi,
kemauan, bakat dan daya ingat.
Faktor Eksternal terdiri
dari: 1) faktor lingkungan
keluarga, 2) faktor lingkungan
sekolah, 3) faktor lingkungan masyarakat, 4) faktor waktu.
Menurut Swit (Sarmini, 2008:78)
menyatakan bahwa “ Science is a body of
knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang
dimaksud dengan Sains (IPA)
adalah kumpulan dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip dan
lain-lain) dan bagaimana
proses untuk meningkatkan pengetahuan itu. Pernyataan tersebut
sejalan dengan Fisher (Sarmini,
2008:80) menyatakan bahwa
IPA merupakan suatu
batang tubuh pengetahuan yang
diperoleh melalui metode
yang berdasarkan observasi.
Dari pendapat kedua
ahli di atas
maka jelaslah bahwa
pada hakekatnya IPA adalah
ilmu pengetahuan tentang
fenomena alam berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip,
proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.
Menurut
Tatang S. dan Kurniasih (2008:121), mengemukakan bahwa: Tema utama
filsafat inkuiri yakni
berkenaan dengan pengetahuan. Adapun
filsafat inkuiri ini memberikan implikasi
yang berarti terhadap
pendidikan, khususnya dalam bidang
pendidikan sains dan
matematika. Belakangan
banyak ahli pendidikan
mempertimbangkan gagasan-gagasan inkuiri
dalam rangka membangun
konsep dan melaksanakan
pembelajaran. Sedangkan menurut Mark
Baldawin dalam Wina
Sanjaya (2007:254), menjelaskan bahwa ‘konstrukstivisme adalah
strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran’. Siswa
didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik
yang akan dipelajarinya. Dari
pengertian-pengertian
tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan
inkuiri adalah merupakan
proses untuk mekeaktifan siswa
dalam mengawali proses
pembelajaran, proses pengamatan
dan pengalaman.
Menurut Wina
Sanjaya (2006: 201), secara umum proses pembelajaran model inkuiri dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Tahapan Orientasi : membawa siswa kedalam situasi belajar yang kondusif dan
responsif
b.
Tahapan merumuskan masalah : menyajikan pertanyaan atau permasalahan yang
mengandung unsur teka-teki
c.
Tahapan mengajukan hipotesis : jawaban sementara siswa sebelum melakukan
pengumpulan data
d.
Tahapan mengumpulkan data : aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan.
e.
Tahap menguji hipotesis : proses menemukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
f.
Tahap merumuskan kesimpulan : proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Adapun prinsip
pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran inkuiri menurut
Suparno (1996: 49)
adalah sebagai berikut :
a.
Pengetahuan dibangun sendiri
oleh siswa baik
secara personal maupun sosial.
b.
Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan
dari guru ke
murid, melainkan hanya dengan
keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
c.
Siswa aktif mengkonstruksi secara
terus menerus,sehingga selalu
terjadi perubahan menuju ke konsep yang lebih rinci,lengkap,serta sesuai
dengan konsep ilmiah.
d.
Guru
berperan sebagai mediator
dan fasilitator, sehingga
proses konstruksi siswa berjalan dengan lancar.
Pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri di sekolah dasar karena memiliki
kelebihan-kelebihan antara lain:
1)
Pembelajaran dimulai dari konsep yang dimiliki peserta
didik, bukan konsep yang di miliki oleh guru sehingga kegiatan peserta
didik berangkat dari
pengalaman yang relevan
dengan tingkat perkembangan.
2)
Memberikan
kesempatan siswa menemukan
dan menerapkan idenya sendiri
dengan tujuan supaya seluruh kegiatan akan lebih bermakna bagi siswa
3)
Menyajikan
kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan permasalahan yang
sering ditemui dalam
lingkungan
4)
Siswa dapat mengungkapkan
konsep yang sesuai
dengan pengalamannya
5)
Siswa dilatih untuk berpikir inovatif
6)
Siswa
menjadi lebih aktif,
mencari masalah, menemukan
dan bahkan menyimpulkan.
Selain
memiliki beberapa kelebihan, model pembelajaran Inkuiri, juga
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
1)
Langkah yang sulit dalam menerapkan model inkuiri di
kelas tinggi sebab
anak terbiasa dengan
pembelajaran konvensional sebelumnya.
2)
Lebih
banyak waktu yang
diperlukan dalam pengembangan konsep sebab
fokus lebih kepada
kegiatan-kegiatan dalam menemukan
konsep.
3)
Banyak
membutuhkan alat bantu
dan benda manifulatif
untuk pembelajaran, mengingat kemampuan setiap anak yang berbeda
yang dirasakan belum
memahami konsep tersebut
ketika diajarkan dengan alat peraga.
Menurut
Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science
is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah
bahwa yang dimaksud dengan Sains (IPA)
adalah kumpulan dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip dan
lain-lain) dan bagaimana
proses untuk meningkatkan pengetahuan itu. Sejalan dengan
hal tersebut, Fisher (Sarmini, 2008:80)
menyatakan bahwa IPA
merupakan suatu batang tubuh
pengetahuan yang diperoleh
melalui metode yang
berdasarkan observasi. Dari
pendapat kedua ahli
di atas maka
jelaslah bahwa pada hakekatnya IPA
adalah ilmu pengetahuan
tentang fenomena alam
berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki
sikap ilmiah.
Berdasarkan
kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi beberapa aspek
kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
1)
Makhluk
hidup dan proses
kehidupan, yaitu manusia,
hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan serta kesehatan.
2)
Benda atau materi,
sifat-sifat dan kegunaannya,
meliputi: benda cair, padat, dan gas.
3)
Energi dan perubahannya,
meliputi: magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
4)
Bumi dan alam
semesta, meliputi: tanah,
bumi, tata surya
dan benda-benda langit lainnya.
Mata pelajaran IPA bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1)
Memproses
keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan dalam ciptaan-Nya.
2)
Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman
konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3)
Mengembangkan
rasa ingin tahu,
sikap positif dan
kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, masyarakat.
4)
Mengembangkan
keterampilan proses untuk
menyelididki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
5)
Meningkatkan
kesadaran untuk berperan
serta memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
6)
fMeningkatkan
kesadaran untuk menghargai
alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
7)
Memperoleh
proses bekal pengetahuan,
konsep dan keterampilan
IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs.
Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran adalah rendahnya keaktifan dan hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur air.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut, perlu
dilakukan penelitian untuk perbaikan terhadap
pembelajaran IPA. Perbaikan dititikberatkan pada pemilihan
model pembelajaran, agar
model pembelajaran yang dipilih
lebih mengutamakan pada
peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
Model pembelajaran inkuiri
merupakan salah satu
model pembelajaran
kontekstual yang lebih
menitikberatkan pada proses
belajar siswa aktif dalam
membangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur
kognitif yang telah dimilikinya.
Dalam hal ini
guru lebih berperan
sebagai fasilitator dan motivator
pembelajaran serta meluruskan
konsepsi. Penggunaan model pembelajaran inkuiri
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam
penggunaan model pembelajaran ini
guru bukanlah sebagai
pemberi jawaban akhir
atas pertanyaan yang diajukan
oleh siswa melainkan
hanya mengarahkan siswa
untuk mengkonstruksikan
pengetahuannya sehingga diperoleh
pemahaman melalui penemuannya..
Untuk lebih jelasnya alur kerangka berpikir dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Gambar 1 Bagan Kerangka
Berpikir
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelas V-A
SD Negeri Wanareja 02, Kecamatan Wanareja,
Kabupaten Cilacap. Alasan pemilihan tempat
dikarenakan peneliti bertugas di SD tersebut sehingga memudahkan untuk
mendapatkan data. Selain itu, tugas kedinasan peneliti tidak terganggu.
Penelitian dilaksanakan pada semester I Tahun
pelajaran 2019/2020. Mulai
bulan September 2019 sampai November 2019.
3.2
Subyek Penelitian
Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010:152)
adalah, “Merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya didalam penelitian,
subjek penelitian harus ditata sebelum penelitian siap untuk mengumpulkan data”. Semua siswa digunakan sebagai subyek. Subjek
penelitian adalah semua siswa kelas V-A SD
Negeri Wanareja 02 Tahun Pelajaran 2019/2020 dengan
jumlah 29 siswa yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 15 siswa dan perempuan sebanyak 14
siswa.
3.3 Teknik
dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
meliputi: 1) teknik tes yang digunakan adalah tes tertulis. Teknik tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain untuk mengetahui hasil
belajar siswa, yang digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. 2)
teknik observasi. Observasi adalah pengamatan secara langsung yang dilakukan
pada saat pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengumpulkan data
aktivitas guru, aktivitas siswa.. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan tes hasil belajar.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Observasi menurut Sugiyono (2012:145)
yaitu “observasi sebagai
teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan responden yang diamati tidak
terlalu besar”. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan
untuk menilai tingkah laku
individu atau proses terjadinya suatu kejadian yang diamati baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Menurut Arikunto (2010:53), tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pada penelitian ini tes digunakan untuk
mengetahui nilai siswa setelah proses pembelajaran. Tes digunakan untuk
mengambil data hasil pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Inkuiri
pada siswa kelas V-A SD Negeri Wanareja 02 Kecamatan Wanareja. Sedangkan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data dengan alat
penilaian tes yaitu melalui pre
tes dan
post tes..
Hasil belajar dan
proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes. Baik melalui kuis, tes isian, maupun tes uraian,
tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non tes atau bukan tes. Dalam
penelitian ini alat-alat non tes yang akan digunakan untuk memperoleh data
melalui observasi atau pengamatan aktivitas guru, pengamatan aktivitas siswa, dan wawancara kreativitas siswa
terhadap pelajaran IPA
Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini, dilakukan dengan cara: 1) Lembar Soal Tes; 2) Lembar Observasi atau Pengamatan; 3) Lembar Angket Kreatifitas.
3.4 Teknik
Analisis Data
Kegiatan analisis
data terbagi pada
dua kegiatan yaitu, mendeskripsikan data
dan menganalis uji
statistika. Yang disebut mendeskripsikan data
adalah menggambarkan data
yang ada agar memperoleh bentuk
nyata sehingga akan
lebih mudah dimengerti.
Data yang di analisis
secara deskriftif dapat
memberikan kemudahan bagi peneliti
dalam mempresetasikan data
yaitu lebih ringkas
dan sederhana. Hasil dari
analisis data berupa
lembar observasi dituliskan
dalam bentuk deskripsi sedangkan
hasil evaluasi dan
LKS ditulis dalam
bentuk tabel. Dengan demikian
nilai yang diperoleh
tiap kelompok maupun
tiap siswa dapat terlihat dengan
jelas.
Penelitian ini menggunakan 2 siklus, yang
masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting),
observasi (observing) dan refleksi (reflecting). Setiap siklus
terdiri atas dua pertemuan (4 jam pelajaran) di mana setiap jam pelajaran
terdiri dari 35 menit.
Sesuai dengan penelitian yang
digunakan yaitu PTK, penelitian ini direncanakan terdiri dari 2 siklus. Apabila belum berhasil akan
dilanjutkan pada siklus berikutnya. Model yang dilakukan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah model proses siklus PTK. Adapun model dan penjelasan
untuk setiap siklus dilukiskan oleh Kemmis Mc.
Taggart (1998) yang terdiri dari empat tahap,
yaitu: planning (perencanaan), action (pelaksanaan), observation (pengamatan),
dan reflection (refleksi)
.Adapun
model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :
Gambar 2 Model
Spiral dari
Kemmis dan
Mc. Taggart
Indikator keberhasilan proses
perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut :
- Siswa dinyatakan tuntas jika telah mencapai
tingkat penguasaan materi 75% ke atas atau mendapat nilai 75.
- Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan
berhasil apabila peningkatan
keaktifan belajar siswa mencapai 85% atau lebih
- Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah
siswa tuntas dalam belajar.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian pada Kondisi Awal
4.1.1
Nilai Tes Formatif
Nilai prestasi siswa diperoleh dari
pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi
siswa pada kondisi awal dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil belajar siswa pada kondisi
awal
No |
Indikator |
Keterangan |
1 |
Jumlah siswa |
29 |
2 |
Nilai rata-rata tes formatif |
65,69 |
3 |
Jumlah siswa yang tunta sbelajar |
8 |
4 |
Persentase ketuntasan belajar |
27,59% |
Berdasarkan tabel 4.1.1 di atas dapat diketahui hasil ulangan harian pada kondisi awal diperoleh rata–rata kelas 65,69 dengan ketuntasan 27,59%.
4.1.2 Keaktifan Belajar Siswa
Data tentang keaktifan belajar siswa
diperoleh dari angket keaktifan
belajar dari data awal dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1.2 Hasil angket keaktifan belajar siswa data awal
No. |
Skor Perolehan |
Keaktifan
Belajar Siswa |
Kriteria |
|
F |
% |
|||
1 |
10-20 |
0 |
0 |
Tidak
Aktif |
2 |
21-30 |
13 |
48,28 |
Kurang
Aktif |
3 |
31-40 |
12 |
37,93 |
Aktif |
4 |
41-50 |
4 |
13,79 |
Sangat
Aktif |
|
Jumlah |
29 |
100 |
|
Dari
tabel 4.1.2 di atas dapat diketahui data awal siswa yang mempunyai keaktifan secara positif baru mencapai
51,72%. Dengan demikian keaktifan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar masih rendah, karena sebagian besar menganggap IPA
pelajaran yang rumit dan membosankan.
4.2 Hasil Penelitian pada Siklus 1
4.2.1
Nilai Tes Formatif
Nilai prestasi siswa diperoleh dari
pelaksanaan tes evaluasi yang diadakan pada akhir pembelajaran. Hasil prestasi
siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.2.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus I
No |
Indikator |
Keterangan |
1 |
Jumlah siswa |
29 |
2 |
Nilai rata-rata tes formatif |
78,62 |
3 |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
20 |
4 |
Persentase ketuntasan belajar |
68,97% |
Berdasarkan
tabel 4.2.1 jumlah siswa yang
tuntas adalah 20 siswa dengan
rata-rata yang diperoleh mencapai 78,62. Jumlah siswa
yang dibawah KKM atau belum tuntas 9 siswa. Persentase ketuntasan yang
diperoleh pada siklus I adalah 68,97%. Hal ini menunjukkan persentase
yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan yakni 85%,
maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.
4.2.1
Keaktifan Belajar Siswa
Data tentang keaktifan belajar siswa
diperoleh dari angket keaktifan
belajar siklus I dapat disajikan pada tabel 4.2.1 sebagai berikut :
Tabel 4.2.1 Hasil angket Keaktifan belajar siswa siklus I
No. |
Skor Perolehan |
Keaktifan Belajar Siswa |
Kriteria |
|
F |
% |
|||
1 |
10-20 |
0 |
0 |
Tidak
Aktif |
2 |
21-30 |
7 |
24,14 |
Kurang
Aktif |
3 |
31-40 |
16 |
55,17 |
Aktif |
4 |
41-50 |
6 |
20,69 |
Sangat
Aktif |
|
Jumlah |
29 |
100 |
|
Dari tabel 4.4
di atas dapat diketahui siklus I siswa yang mempunyai keaktifan secara
positif baru mencapai 75,86%, hasil tersebut dapat dideskripsikan
sebagai berikut: yaitu 16 anak (55,17%) pada katagori aktif dan 6
anak (20,69%) pada katagori sangat aktif, sedangkan 7 anak (24,14%) kurang aktif.
Siswa yang mempunyai katagori tidak senang tidak ada. Pencapaian keaktifan
sebesar 75,86% belum memenuhi indikator
penelitian yang ditentukan yaitu 85% maka penelitian dilanjutkan pada siklus
berikutnya.
4.3 Hasil Penelitian pada Siklus II
4.3.1
Nilai Tes Formatif
Hasil prestasi siswa pada siklus II dapat
dilihat pada tabel 4.3.1 berikut.
Tabel 4.3.1 Hasil prestasi belajar siswa siklus II
No |
Indikator |
Keterangan |
1 |
Jumlah siswa |
29 |
2 |
Nilai rata-rata tes formatif |
85,,86 |
3 |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
28 |
4 |
Persentase ketuntasan belajar |
96,55% |
Berdasarkan tabel 4.3.1 jumlah siswa yang tuntas terdapat
29 siswa atau 96,55% dengan rata-rata yang didapat adalah 85,86 Jumlah siswa
yang dibawah KKM atau belum tuntas 1 siswa. Persentase yang diperoleh pada
siklus II telah mencapai indikator keberhasilan penelitian yakni 85%.
2). Keaktifan Belajar Siswa
Data tentang keaktifan belajar siswa
diperoleh dari angket Keaktifan belajar siklus II dapat disajikan pada tabel 4.3.2 sebagai berikut :
Tabel 4.3.2 Hasil
angket keaktifan belajar siswa siklus II
No. |
Skor Perolehan |
Keaktifan
Belajar Siswa |
Kriteria |
|
F |
% |
|||
1 |
10-20 |
0 |
0 |
Tidak Aktif |
2 |
21-30 |
1 |
3,45 |
Kurang
Aktif |
3 |
31-40 |
12 |
41,38 |
Aktif |
4 |
41-50 |
16 |
55,17 |
Sangat Aktif |
|
Jumlah |
29 |
100 |
|
Dari tabel 4.3.2 di atas dapat diketahui siklus II siswa yang
mempunyai keaktifan secara positif
sebesar 96,55%, hasil tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut : yaitu 12 anak (41,83%) pada katagori senang
dan 16 anak (55,17%) pada katagori sangat senang. Siswa yang mempunyai katagori
kurang senang 1 anak (3,45%) dan tidak senang 0 anak ( 0%). Pencapaian
keaktifan pada siklus II mencapai 96,55%, hal ini berarti sudah memenuhi
indikator penelitian maka penelitian dianggap berhasil dan dihentikan pada
siklus II.
4.4
Pembahasan
Dalam hasil dan pembahasan ini akan dipaparkan
perkembangan pelaksanaan penerapan model pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka akan
dibahas secara rinci sebagai berikut: Aktivitas guru dalam menerapkan model
pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA mengalami peningkatan keaktifan dan
hasil belajar pada siklus I dan siklus II.
4.4.1 Peningkatan
prestasi belajar siswa
Setelah melakukan analisa terhadap data yang peroleh
dari tiga siklus yang dilaksanakan maka dapat dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode inqiuri pada pembelajaran IPA materi Konsep Daur Air
menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap hasil proses pembelajaran pada
pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada setiap siklusnya dapat dilihat pada
tabel 4.4.1 dan gambar
3 berikut:
Tabel 4.4.1 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
No |
Indikator |
Data Awal |
Siklus I |
Siklus II |
1 |
Jumlah Siswa |
29 |
29 |
29 |
2 |
Nilai rata-rata |
65,69 |
78,62 |
85,86 |
3 |
Persentase
Ketuntasan Siklus |
27,59% |
68,97% |
96,55% |
Gambar 3 Grafik peningkatan rata-rata nilai siklus dan
persentase ketuntasan belajar siswa
Berdasarkan Tabel 4.4.1 dan gambar 3 terlihat rata-rata kelas dan
persentase belajar siswa ada peningkatan, yaitu pada kondisi awal
persentase ketuntasan 46,15% dan nilai rata-rata 68,97 meningkat disiklus I persentase
ketuntasan 69,23% dan nilai
rata – rata 76,41 meningkat
disiklus II dengan rata-rata kelas 86,79 dan persentase ketuntasan belajarnya
mencapai 100%. Dengan
peningkatan ini maka peneilitian dihentikan di siklus II.
Adanya peningkatan persentase
ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal. Siklus I hingga siklus II karena
adanya aktivitas perbaikan pembelajaran seperti dalam penyampaian materi. Dalam
penyampaian materi guru menekankan pada hal-hal sebagai berikut :
1)
Mengembangkan
materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok.
2)
Menekankan
bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan menghafal
3)
Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk
mengontrol pemahaman siswa
4)
Memberikan
penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah
5)
Beralih
kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.
4.4.2
Peningkatan keaktifan belajar siswa
Dari hasil analisis data
berikut dikemukakan mengenai hasil perbaikan pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas yang dilakukan berdasarkan penerapan model pembelajaran Discovery Learning. Pada hipotesis diperoleh data tentang keaktifan belajar siswa, dari
jumlah siswa 39 ada kenaikan
dari pra siklus 53,85% meningkat menjadi 74,36% pada siklus I,
meningkat menjadi 94,87% pada siklus
II.
Rekapitulasi rata-rata keaktifan belajar pada pra siklus, siklus I dan II dapat disajikan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.4.2 Rekapitulasi Data Keaktifan
Belajar Siswa
No. |
Tahap |
Keaktifan belajar yang positif |
Jumlah persentase |
|
Senang |
Sangat Senang |
|||
1 |
Kondisi
Awal |
30,77% |
23,08% |
53,85% |
2 |
Siklus
I |
41,03% |
33,33% |
74,36% |
3 |
Siklus
II |
30,77% |
64,10% |
94,87% |
Hasil analisis keaktifan
belajar siswa akan lebih jelas terlihat peningkatannya dari tiap pelaksanaan
pembelajaran digambarkan pada grafik di bawah ini:
Gambar 4. Grafik Peningkatan Keaktifan
Belajar Siswa dari Pra Siklus sampai dengan Siklus II
5 SIMPULAN dan SARAN
5.1 Simpulan
Penerapan model
pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri Wanareja 02 pada mata pelajaran IPA materi Konsep Daur Air. Di bawah ini adalah hasil pengamatan dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan :
1.
Keaktifan belajar siswa mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Siswa yang memiliki keaktifan belajar pada kondisi awal sebesar 51,72% meningkat pada siklus I mencapai 75,86% dan meningkat lagi menjadi 96,55% pada
siklus II.
2.
Penerapan model pembelajaran inkuiri
pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti dapat
meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 65,69 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 8 siswa (27,59%) pada kondisi awal, naik menjadi 78,62 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 20 siswa (68,97%) pada pada siklus pertama, dan 85,86 dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 28 siswa atau 96,55% pada
siklus kedua, sehingga pada siklus kedua ini dapat disimpulkan bahwa semua
kriteria keberhasilan telah tercapai pada siklus kedua, dan kepada siswa yang
belum tuntas sebanyak 1 siswa (3,45%) akan diberikan program remidial.
5.2 Saran
Dari hasil
penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
dengan model pembelajaran Inkuiri dapat
dilaksanakan dengan baik jika dalam menyampaikan pembelajaran menggunakan
bahasa yang mudah dipahami siswa dan lebih rinci.
2.
Disarankan guru dapat memilih model
pembelajaran yang akan digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
3.
Pelaksanaan
ini baru berjalan dua siklus maka peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan
untuk temuan yang lebih baik dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hakim Thursan, 2004. Belajar
Secara Efektif. Jakarta. Puspa Swara
Kemmis and MC Taggart.1998. The Action Research Planner. Dekan
University.
Mulyono, Anton M. 2001. Aktivitas belajar.
Bandung: Grafindo
Natawijaya Rochman dalam Depdiknas. 2005.
Belajar Aktif. (Online).
(http://www.buatskripsi.com/2011/01/pengertian-keaktifan-belajar siswa.html. Di
akses tanggal 15 Januari 2013).
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran;
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sarmini K,
Kenndler E. Ionization constants of weak acids and bases in organic solvents. J Biochem Biophys Methods. 1999;38:123–137. doi: 10.1016/S0165-022X(98)00033-5.
Sudjana,
Nana. 2009. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Sugiyono. 2012.
Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suparno. Paul. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Kanisius.
Tatang
dan Kurniasih. 2008. Teori
Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
0 komentar: